Universitas Airlangga Official Website

Pusat Gender dan Anak: Kekerasan Seksual Indonesia No 1 di Asia 

Suasana Diskusi Bersama Pemantik dan Peserta melalui Zoom Meeting (sumber: Monika Astria Br Gultom)
Suasana Diskusi Bersama Pemantik dan Peserta melalui Zoom Meeting (sumber: Monika Astria Br Gultom)

UNAIR NEWS – Memperingati International Women’s Day pada 8/3/2023, Pusat Gender dan Anak (PSGA) mengadakan kelas diskusi bersama. Kegiatan itu menjadi momen yang pas untuk melaksanakan perbincangan bersama dan berinteraksi dengan para peserta.

Kegiatan via zoom tersebut menghadirkan para pemantik topik. Mereka membahas beragam isu tentang perempuan. Salah satunya tentang perempuan dan teknologi yang dapat menyuarakan hak-hak perempuan.

“Kenapa kami mengadakan acara ini? Karena kami melihat bahwa untuk international tema yang diusung adalah perempuan dan teknologi. Yang mana teknologi bisa menyuarakan hak-hak perempuan dan bisa mengamankan hak-hak di dunia digital,” sambut Franky Butar-Butar selaku Center of Human Law Studies (HRLS) FH UNAIR.

Acara itu terbagi atas tiga kelas dengan masing-masing topik yang berbeda. Kelas ketiga membahas “Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)”. Ada tiga pemateri perempuan.

Secara keseluruhan, kelas itu membahas perkembangan teknologi dan internet pada masa sekarang. Yang mana sangat memudahkan pengguna untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi secara cepat. 

Namun, di tengah masa globalisasi yang maju itu, kejahatan semakin bertambah banyak. Karena itu, diskusi KBGO tersebut membahas salah satu tindakan kejahatan yang sedang marak akibat penggunaan internet. Termasuk bagaimana cara kita untuk menyikapi dan mengenalinya?

Teknologi dan Gender

Dr Sjafiatul Mardliyah dari Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Surabaya (Unesa) mengatakan, kekerasan berbasis gender online sudah sangat banyak terjadi di Indonesia. Dengan berbagai model yang ada, kasus Sextortion (pemerasan seksual) menjadi yang terbanyak nomor 1 di Asia.

Hal tersebut tentu tidak berjalan sendirian, tapi ada kekuatan yang mendorong hal tersebut. Misalnya, kapitalisme, patriarki, dan globalisasi. 

Sementara itu, Inge Christanti dari Pusat Studi HAM Universitas Surabaya (Ubaya) menambahkan, kita harus sadar sampai di mana dunia online mempengaruhi kita. Khususnya pada perempuan. Melihat sumber data yang ada, ternyata kekerasan berbasis gender online dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Terutama saat pandemi. 

Adanya kasus kejahatan tersebut, kita dapat mengamati dari pelaku yang mungkin tidak jauh dari kita, bisa jadi mereka pacar, mantan, suami, mantan suami, atau saudara. Bahkan orang yang tidak dikenal.

Kenormalan Share Foto Privat

Di sisi lain, Putri Aisiyah Dewi dari Pusat Studi Gender dan Anak Unesa menambahkan bahwa beberapa contoh dan pandangan yang sekitarnya umum terjadi di masyarakat. Ternyata mengirim video atau foto intim menjadi bentuk sosialisasi online paling umum terjadi.

“Kejahatan seksual tersebut contohnya beberapa pihak membuat suatu aturan untuk pekerjaan online dan membuat foto atau video tersebut menjadi suatu alat ancaman apabila tidak sesuai dengan kesepakatan. Contohnya pinjaman online,” ujarnya. 

“Ada beberapa kasus wanita yang diminta untuk mengirimkan foto atau video intim. Dan, itu menjadi ancaman dan akan disebar apabila tidak membayar hutang sesuai perjanjian,” contohnya.

Dan masih banyak lagi kejahatan yang saat ini kian terjadi di Indonesia. Klaim bahwa perempuan adalah lemah juga menjadi ancaman karena perbedaan gender. Karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk tetap waspada terkait kejahatan yang melemahkan perempuan di dunia online

Penulis: Monika Astria Br Gultom

Editor: Feri Fenoria