UNAIR NEWS – Obral penganugerahan gelar doktor Honoris Causa (HC) yang ramai menjelang pemilihan umum turut menyita perhatian para akademisi dan pemerhati pendidikan. Ada yang menilai bahwa pemberian gelar HC hanya merupakan alat politik, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
Gelar HC sendiri merupakan gelar Doktor Kehormatan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang yang telah berjasa dan/atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia.
Sah Selama Sesuai Prosedur
Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR ) Ali Sahab SIP MSi, melalui wawancara dengan UNAIR NEWS pada Minggu (19/3/2023), berpendapat bahwa pemberian gelar itu sebenarnya sah-sah saja selama melalui prosedur yang sesuai. Menurutnya, hal itu tidak menjadi masalah selama penerima gelar memiliki track record yang baik.
“Saya kira kampus yang akan memberikan gelar HC pasti sudah melalui prosedur seperti melihat karya. Dan, yang bersangkutan harus mengajar menjadi dosen kuliah tamu di kampus tersebut,” papar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR itu.

Tetap Perlu Etika Politik
Namun, sambungnya, etika politik tetap sangat perlu bagi politisi penerima gelar tersebut. Apabila politisi tersebut merasa tidak pantas, ujar Ali, lebih baik tidak usah menerima pemberian gelar HC.
“Kontrol itu harus dari diri orang yang akan mendapat gelar itu. Jika memang merasa tidak pantas, ya tidak usah diterima,” imbuhnya.
Masyarakat sebagai Kontrol Sosial
Selain itu, Ali berharap masyarakat dapat ikut berperan sebagai kontrol sosial. Ketika ada politisi yang track record-nya buruk dan mencalonkan diri dengan menonjolkan gelar HC-nya, Ali menyarankan masyarakat tidak memilihnya.
“Saya kira masyarakat sudah cerdas dan bisa menjadi kontrol apabila terjadi hal seperti itu. Tidak usah pilih kalau ada politisi yang track record-nya buruk. Meskipun, ia punya gelar itu,” tutur pengajar mata kuliah Pemikiran Politik Indonesia tersebut.
Perihal pemberian gelar HC yang berbau politik, ia mengomentari dunia akademis harus berpikir kembali marwah dunia pendidikan akan seperti apa apabila hal tersebut dibiarkan.
“Apabila pemberian gelar HC memang dipolitisasi, saya kira dunia akademis mesti berpikir kembali marwah dunia pendidikan akan menjadi seperti apa nantinya,” tukas Ali. (*)
Penulis : Dewi Yugi Arti
Editor: Feri Fenoria
Baca juga:
Pakar Hukum UNAIR Soroti Banyaknya Kasus Pelanggaran WNA di Bali
Pakar Komunikasi UNAIR: Saat Ini Langkah Tepat Transformasi Jurnalisme