Universitas Airlangga Official Website

Regulasi Penyiaran, Kunci Pertumbuhan Industri Film Indonesia

ilustrasi film (sumber: bolacom)

Uniar News – Industri film Indonesia yang menjadi salah satu aset budaya dan ekonomi negara. Saat ini tengah menghadapi tantangan akibat peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Penyiaran yang menimbulkan banyak perdebatan. Regulasi ini memunculkan beberapa isu yang perlu mendapatkan perhatian dalam menghadapi perkembangan pesat industri film di Indonesia. Terutama dengan munculnya platform streaming dan Over-The-Top (OTT). Salah satu isu utamanya adalah regulasi penyiaran yang belum memadai untuk memfasilitasi industri film yang terus berkembang. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia mencapai lebih dari 73% pada tahun 2023 yang menandakan tingginya permintaan akan layanan penyiaran digital dan pertumbuhan industri film di Indonesia. 

Namun, regulasi yang ada belum mampu memenuhi permintaan dan menghadapi perubahan tersebut. Regulasi saat ini justru menciptakan ketidakpastian hukum yang menghambat pertumbuhan industri film. Adapun regulasi penyiaran memainkan peran penting. Di mana regulasi yang lebih longgar dapat memfasilitasi inovasi dan kreativitas dalam industri film. Sementara peraturan yang kaku justru menghambat kemajuan industri film di Indonesia. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, sekitar 70% dari produsen film di Indonesia menghadapi kendala dalam pemenuhan persyaratan regulasi yang ketat. Hal ini berdampak pada tingkat produksi film lokal yang semakin menurun, terhambatnya investasi dalam industri film, dan berkurangnya keragaman konten film untuk penonton.

Pada aspek lain, isu konten dan sensor film turut menjadi masalah yang serius, terutama dalam konteks penyiaran. Dalam isu konten dan sensor, film seringkali terlibat dalam pemberitaan yang cukup kontroversial. Data dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan bahwa jumlah pengaduan terkait konten penyiaran meningkat lebih dari 20% setiap tahunnya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, regulasi yang membingungkan dan terlalu ketat dalam sensor dapat merugikan kebebasan bagi kreator film untuk berekspresi. Di sisi lain, regulasi yang terlalu longgar dapat menimbulkan kekhawatiran terkait jenis konten mana yang sesuai dengan standar moral Indonesia. 

Saat ini, perkembangan teknologi telah mengubah lanskap penyiaran dengan munculnya platform streaming dan distribusi digital. Namun, regulasi yang belum matang dalam penyiaran digital lagi-lagi dapat menciptakan ketidakpastian bagi industri film. Menurut data dari Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, hanya 30% dari produsen film di Indonesia yang merasa bahwa regulasi saat ini cukup mengakomodasi perubahan dalam penyiaran digital. Perkembangan layanan streaming dan OTT memunculkan kekuatan monopoli yang tidak bisa kita abaikan. Dengan adanya dominasi dari beberapa perusahaan besar dalam industri film, seperti Netflix dan Disney+. Ada risiko terbentuknya monopoli yang dapat merugikan pelaku usaha kecil dan menengah. 

Studi oleh Yonathan Hosea dan Margaretha Berlianto (2022), menunjukkan bahwa perkembangan yang sangat pesat dari Netflix atau platform OTT lainnya tidak terlepas dari perkembangan pada pasar di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dalam era globalisasi, konten asing memiliki akses yang lebih besar untuk masuk ke pasar Indonesia. Sementara itu, produsen film lokal berjuang untuk bersaing dengan konten asing yang dinilai lebih berhasil. Survei Asosiasi Film Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% penonton film di Indonesia lebih memilih konten asing daripada film lokal. Persaingan ini menyebabkan penurunan pangsa pasar bagi film lokal yang secara tidak langsung telah menurunkan identitas budaya Indonesia dalam industri film.

Di sisi lain, regulasi terkait platform OTT juga memerlukan perhatian khusus. Dengan pertumbuhan pesat platform-platform ini. Harus ada penetapan aturan baru yang jelas terkait lisensi, sensor konten, dan kontribusi keuangan kepada industri lokal. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa pendapatan dari platform OTT di Indonesia mencapai lebih dari 2 miliar dolar pada tahun 2023. Pajak dan kontribusi keuangan dari platform OTT menjadi isu yang tidak bisa diabaikan dalam konteks regulasi.

Dengan pendapatan yang signifikan, platform-platform ini seharusnya dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi industri lokal dan pendapatan negara. Studi dari Lembaga Penelitian Ekonomi dan Bisnis (LPEB) mencatat bahwa kontribusi pajak dan keuangan dari platform OTT dapat membantu mendukung produksi konten lokal dan infrastruktur penyiaran. Adapun isu akses dan distribusi juga menjadi fokus utama dalam pembahasan regulasi penyiaran. Meskipun terdapat kemajuan dalam bidang teknologi, beberapa wilayah di Indonesia masih belum mampu menjangkau internet dengan baik, yang menghambat akses masyarakat terhadap konten penyiaran dan film. 

Studi dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) menunjukkan bahwa hanya 40% desa di Indonesia yang memiliki akses internet. Regulasi yang tidak memperhatikan dengan baik aspek akses dan distribusi dapat meningkatkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan serta menghambat pertumbuhan industri di daerah-daerah terpencil. Pada kesimpulannya, isu-isu tersebut menunjukkan kompleksitas dalam mengatur industri film di Indonesia. Dengan memperhitungkan berbagai sudut pandang dan melibatkan pemangku kepentingan secara luas, harapanya regulasi yang muncul dalam konteks penyiaran dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri film di Indonesia. 

Penulis: Febri Rizma Yunita

BACA JUGA: Hiruk Pikuk Tantangan dan Peluang Regulasi film Indonesia