Hidrosefalus merupakan kondisi penumpukan cairan otak (cairan serebrospinal) yang mengelilingi rongga otak serta sumsum tulang belakang. Cairan otak berfungsi sebagai pelindung otak agar terhindar dari cedera, mengalirkan nutrisi yang dibutuhkan otak, serta mengeluarkan produk limbah dari otak. Normalnya, cairan serebrospinal akan mengalir melalui ventrikel ke dasar otak. Cairan itu kemudian membasahi otak dan sumsum tulang belakang sebelum diserap kembali ke dalam darah. Ketika alirannya terganggu, maka penumpukan cairan akan terjadi. Kondisi ini dapat menciptakan tekanan berbahaya pada jaringan otak. Bila penumpukan terus terjadi, otak akan mengalami kerusakan. Gejala paling khas dari hidrosefalus pada bayi dan anak-anak adalah ukuran kepala yang membesar. Pemasangan Ventriculo Peritoneal (VP) shunt pada anak diindikasikan untuk orang yang menderita hidrosefalus.
Tata laksana utama pada hidrosefalus adalah teknik pembedahan, yaitu pemasangan shunting yang berfungsi sebagai drainage. Tindakan ini bukan untuk menyembuhkan, namun untuk mengontrol gejala akibat peningkatan tekanan intrakranial. Pada kongenital, pembedahan pada bayi berpotensi komplikasi sehingga ahli bedah saraf mungkin menunda melakukannya (terutama bayi prematur). Untuk mengurangi progresifitas kerusakan otak, maka bayi hidrosefalus dapat diberikan terapi farmakologi dahulu sampai pembedahan aman dikerjakan. Pada keadaan peningkatan tekanan intrakranial akut, biasa terjadi pada hidrosefalus didapat pada pasien anak atau dewasa, diperlukan tindakan pembedahan secepatnya. Beberapa kasus hidrosefalus didapat, pembedahan tidak diperlukan karena etiologinya telah membaik, misalnya pada perdarahan intraventrikular yang sudah reabsorbsi tanpa skarhidrosefalus.
Terdapat beberapa komplikasi dari pemasangan Shunt. Pada neonatus, nekrosis kulit kepala sebenarnya merupakan komplikasi umum yang terkait dengan VP shunt yang disebabkan oleh kerapuhan kulit yang melekat dan sifat superfisial shunt. Infeksi shunt bisa ditemukan bersamaan dengan penyumbatan di sebagian besar kasus yang menunjukkan bahwa kerusakan shunt bisa disebabkan oleh infeksi. Komplikasi lain yakni resiko terjadinya perdarahan ataupun pembengkakan serta adanya kerusakan otak. Komplikasi yang jarang terjadi adalah diskoneksi yang didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas shunt pada titik penghubung normal antara kateter, katup, dan / atau konektor. Fraktur adalah kerusakan kateter yang sebenarnya dengan adanya pemisahan segmen. Kateter patah tulang diamati paling sering di periode pertumbuhan pasien seiring dengan meningkatnya tinggi badan. Sebagian besar patah kateter dilaporkan pada sisi koneksi atau samping dengan fibrosis intens karena tekanan berulang. Fraktur shunt dapat disebabkan oleh reaksi kekebalan tubuh, pengasifikasian dan abrasi yang mengarah ke disfungsi shunt . Hal ini yang terjadi pada kasus anak usia 5 tahun pasca pemasangan VP shunt sejak kecil dengan gejala-gejala awal pusing mual muntah sampai penurunan kesadaran. Gejala membaik setelah VP shunt di evakuasi.
Penyisipan VP shunt secara rutin dilakukan oleh semua ahli bedah saraf. Prinsip perhatian dan kehati-hatian yang baik harus dilakukan selama pemasangan sistem shunt untuk menghindari komplikasi. Implantasi sistem VP shunt harus dilakukan oleh ahli bedah saraf yang berkualifikasi baik untuk membatasi atau menghindari komplikasi shunt. Meskipun ada komplikasi, VP shunt tetap menjadi prosedur bedah utama yang digunakan untuk penanganan hidrosefalus.
Penulis: Prastiya Indra Gunawan
Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di :
Ventriculoperitoneal shunt fracture in a child (panafrican-med-journal.com)
Prastiya Indra Gunawan, Uuk Riuh Kusuma Wardana. Ventriculoperitoneal shunt fracture in a child. PAMJ 2021;38(202): 1-2.