Universitas Airlangga Official Website

RSTKA Bekali Relawan Bakti Lombok dengan Ulas Pencegahan Stunting

Dr dr Meta Herdiana Hanindita SpA(K) ketika Menjadi Pembicara dalam Seminar Ngobrol Santai Bertajuk Penyegaran Pengetahuan Stunting pada Sabtu (11/11/2023) (Foto: SS YouTube)

UNAIR NEWS Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) bekali relawan dengan menggelar seminar Ngobrol Santai bertajuk Penyegaran Pengetahuan Stunting pada Sabtu (11/11/2023). Seminar tersebut berlangsung dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) RSTKA keenam sekaligus pembekalan relawan dalam aksi Bakti Lombok.

Dalam gelaran tersebut, Dr dr Meta Herdiana Hanindita SpA(K) mengungkap jika angka stunting balita Indonesia masih tinggi. Satu di antara tiga balita Indonesia terjangkit stunting dan berdampak pada perkembangan jangka pendek dan jangka panjang kehidupannya. 

“Di jangka pendek, dia bisa mengganggu pembentukan otak. Akibatnya, di jangka panjang bisa menurunkan IQ. Pekerjaan pun nantinya pendapatan perkapitanya lebih rendah, daya tahan tubuhnya juga akan rendah dan gampang sakit-sakitan,” ungkapnya.

Dr Meta menyebut jika balita yang telah terjangkit stunting tidak akan bisa sembuh seratus persen. Dengan demikian, langkah pencegahan merupakan jawaban terbaik untuk menurunkan risikonya. Ia mengatakan ada tiga langkah pencegahan yang dapat menjadi solusi, yakni pencegahan primer, skunder, dan tersier.

Pada tingkat ini, mulai dari keluarga, masyarakat, petugas gizi posyandu, hingga bidan desa dapat melakukannya. Pencegahan primer menyasar balita normal yang bisa saja membawa risiko terjangkit stunting.

“Balita normal artinya berat badan menurut umur normal, panjang badan menurut umur normal, berat badan menurut panjang badan normal, dan kenaikan berat badannya juga normal,” sebut dr Meta.

“Kalau balitanya normal semua,” sambung dr Meta, “maka boleh lanjut pada MPASI dengan pemberian protein hewani setiap kali makan. Jangan lupa timbang dan ukur sebulan sekali. Kalau memang ada gangguan harus segera merujuknya ke puskesmas.”

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan lanjutan dari pencegahan primer ketika balita terdeteksi gagal tumbuh, berat badan kurang, gizi kurang, dan juga gizi buruk. Menurut dr Meta, pada tahap ini dokter puskesmas harus segera mendeteksi keberadaan penyakit serta tata laksana penyakitnya.

“Jika memang terindikasi, (dokter puskesmas, Red) boleh memberikan terapi nutrisi PDK atau Pangan Diet Khusus. PDK berupa susu formula dengan protein energi rasio 10 sampai 15 persen dan kadar gula antara 5 sampai 10 persen total kebutuhan kalori,” jelasnya.

“Kalau dalam satu atau dua minggu tidak membaik di level puskesmas, maka harus ke dokter spesialis anak di RSUD. Begitu juga yang sudah terindikasi stunting harus merujuknya ke RSUD,” ujarnya.

Sasaran dari pencegahan tersier adalah balita yang memiliki riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau prematur dan stunting itu sendiri. Pencegahan ini merupakan tindakan lanjutan dan bertujuan untuk mencegah penurunan kognitif pada balita akibat stunting.  

“Kalau dokter puskesmas bisa memberikan PDK, dokter spesialis bisa memberikan PKMK atau Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus. Contohnya susu tinggi kalori atau susu untuk BBLR dan prematur tergantung kondisi anak masing-masing,” terangnya.

“Jadi, kalau anaknya sudah weight faltering, berat badan dan gizi kurang atau buruk, tidak bisa hanya memberinya protein hewani saja. Harus ada terapi nutrisinya untuk kejar tumbuh balita,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Badrul Anwar

Editor: Nuri Hermawan