UNAIR NEWS – Tuberkulosis telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian khusus. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis (TBC). Perpres ini dimaksudkan untuk mewujudkan percepatan penanggulangan penyakit TBC dan mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030. Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) ikut serta menggaungkan dengan meluncurkan Program Pulau Bebas TBC.
Pulau Mamburit dipilih sebagai tempat pertama Program Pulau Bebas TBC. Ada lima orang relawan dokter yang bergerak ke pulau itu hari Senin yang lalu, yaitu dr Agus Harianto SpB, dr Reza Muliyanto, dr Yohanes Widyakusuma, dr Mohammad Syahrezki dan dr Fadhila Putri Palupi. Mereka ditemani oleh penanggungjawab program TBC Puskesmas Arjasa dan perawat-perawat Puskesmas. Dari Pelabuhan Batuguluk, pelabuhan utama Pulau Kangean, tim gabungan ini menyebarang ke Pulau Mamburit. Dibutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit menyeberang dengan perahu milik masyarakat.
Begitu tiba di Pulau Mamburit, dr Palupi takjub dengan sambutan masyarakat. Warga sangat antusias menyambut tim gabungan ini. Pelayanan kesehatan kesehatan dilakukan di tenda di bawah naungan pohon- sukun yang dominan di pulau ini, membuat suasana Posyandu Terpadu yang diselenggarakan Puskesmas Arjasa terasa sejuk. Warga pulau menyambut dengan antusias dan bahagia ketika para dokter dan perawat datang.
“RSTKA datang dari jauh untuk menjawab panggilan. TBC ini ditengarai sudah ada sejak zaman purbakala, tetapi sampai hari ini kita masih belum sanggup menuntaskannya. Bahkan negara kita menjadi juara dunia kedua dalam soal banyak-banyak-an kasus TBC,” terang dr Palupi.
RSTKA datang untuk membantu teman-teman petugas kesehatan Puskesmas Arjasa dan Pentahelix Arjasa agar TBC itu bisa segera lenyap dari Pulau Mamburit ini. Menurutnya, ada komitmen kuat dari Pentahelix yang terdiri dari pemerintah, tokoh masyarakat, guru, pengusaha dan pegiat media mendukung program eliminasi TBC dan tidak membiarkan tenaga kesehatan sendirian berjibaku dalam mengeliminasi TBC.
Pendekatan yang dilakukan oleh tim gabungan yakni dengan melakukan pelayanan kesehatan di Posyandu Terpadu dan tracing yang dimulai dari rumah dua pasien TBC yang sedang menjalani pengobatan. Dari intensified case finding terhadap 242 orang pengunjung yang terlayani dan dari orang-orang yang mempunyai riwayat kontak erat dengan 2 orang pasien TBC didapatkan 15 orang diduga menderita TBC. Mereka kemudian menjalani yang pemeriksaan tes cepat molekular dan hasilnya tidak ada yang positif TBC.

“Selamat kepada masyarakat Pulau Mamburit. Terdeteksi, ada dua pasien TBC, kita harus tetap mendukung mereka dengan penuh cinta kasih dan rasa hormat. Sehingga, seandainya ada orang Pulau Mamburit yang batuk-batuk lebih dari dua minggu, keluar keringat dingin dan berat badan turun sebagai gejala awal TBC, diharapkan tidak ragu-ragu memeriksakan diri. Andaikata mereka positif TBC, mereka tidak takut karena mereka tahu tetangganya tidak akan mengucilkan mereka,” pungkas Dr Palupi.
Penulis: RSTKA UNAIR