UNAIR NEWS – Ketika saya menderita sakit yang “life threatening” sifatnya atau mengancam nyawa baru-baru ini dan harus masuk di RSUD Sidoarjo dan RSUA Surabaya. Sahabat saya sesama mantan pengurus IKA UA Dr. dr. Poedjo Hartono, SpOG(K) menasihati saya supaya tenang tidak stress dalam menghadapi penyakit dengan mengatakan “seenak-enaknya di Rumah Sakit, lebih enak menggelar tikar dirumah sendiri”. Nasihat dia benar dan saya mengikutinya untuk tidak stress.
Tentu saya tidak membicarakan penyakit saya di artikel ini, namun ditengah-tengah mempraktikkan kesabaran dan kepasrahan kepada Allah SWT sebagai “an economist by training” saya mencatat banyak hal ketika saya berada dalam masa perawatan di RSUA Surabaya. Jujur saya tidak menyangka bahwa saya berada di Rumah Sakit kebanggaan Universitas Airlangga dan Masyarakat. Saya mengamati betapa kompleknya pengelolaan sebuah Rumah Sakit itu. Tidak heran kalau Peter Ferdinand Drucker seorang penulis, konsultan manajemen, dan “ekolog sosial.” Amerika Serikat terkemuka dan sering disebut sebagai bapak “manajamen modern.” Pernah mengatakan bahwa “hospitals are the most complex form of organization that humans have ever attempted to manage. Atau bahwa rumah sakit itu adalah bentuk organisasi paling kompleks yang pernah coba dikelola manusia.
Sementara itu Díaz Carlos Alberto, seorang Professor. Director of specialization in economics and health management. ISALUD University juga membagi pendapatnya tentang kompleksitas pengelolaan Rumah Sakit “Hospitals are complex companies of services, because they are governed by paradigms of complexity and nonlinear behaviors of their members, of the patients and also of their illnesses, and they are also four companies in one: the clinic, the industrial, the hotel and the teaching” (Rumah sakit adalah perusahaan layanan yang kompleks, karena mereka diatur oleh paradigma kompleksitas dan perilaku nonlinier anggotanya, pasien dan juga penyakit mereka, dan mereka juga empat perusahaan dalam satu: klinik, industri, hotel dan pengajaran.).
Selanjutnya sang Profesor ini menambahkan: “Kita harus menganggap rumah sakit sebagai sistem adaptif yang komplek ]karena praktik klinis, organisasi, manajemen informasi, penelitian, pendidikan, dan pengembangan profesional saling bergantung, dibangun di lingkungan dengan banyak penyesuaian diri dan sistem yang berinteraksi. Dalam konteks ini, individu adalah aktor sosial rumah sakit dan memiliki kebebasan bertindak, tetapi tindakan mereka berdampak pada lingkungan lainnya, bahkan dalam kelompok yang sama dan apa itu lebih sering perilaku tidak dapat diprediksi dan modifikasi kecil dapat membuat perubahan besar. “
Saya bisa membayangkan komplek nya pengelolaan sebuah rumah sakit itu karena Direktur. Pengelola beserta seluruh jajarannya harus memikirkan soal-soal logistic management, inventory, cash flow, purchasing, perbaikan mutu SDM, pengerahan tenaga medis professional, administrasi, sistem informasi digital, food delivery, impor obat-obatan, asuransi, perbankan, keamanan, peralatan modern, sistim antrian pasien, perasaan kebatinanan pasien dan keluarganya dsb.
Analogi dalam sebuah pertempuran, maka semua persoalan itu harus di tangani dengan rantai komando yang jelas sehingga dalam medan pertempuran semua daya atau resources itu bisa digunakan bersamaan.
Dalam masa perawatan sakit itu saya merasakan bahwa Rumah Sakit Universitas Airlangga mampu men-deploy semua daya atau resources itu dengan seksama, strategis, tertata dengan baik ditambah dengan profesionalisme nya para dokter, perawat dan staf administrasi dengan budaya berkomunikasi yang santun dan efektif sehingga wajar kalau RSUA ini mendapatkan berbagai penghargaan.
Di bawah kepemimpinan Rektor Unair Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT, Ak., CA dan Direktur Rumah Sakit Universitas Airlangga Prof Dr Nasronudin dr SpPD K-PTI FINASIM pihak BPJS-K tahun 2022 memberikan penghargaan ke RSUA sebagai rumah sakit yang berkomitmen dalam implementasi integrasi sistem antrean online dan integrasi sistem klaim terbaik se-Surabaya. Melalui penghargaan itu, BPJS-K mengakui perkembangan pesat dalam hal transformasi digital yang telah dilakukan RSUA. RSUA juga dinobatkan sebagai Rumah Sakit Rujukan Kelas B dengan Predikat Terbaik dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2021 Provinsi Jawa Timur. RSUA pernah menorehkankan presetasi. Pada kamis, (12/09/2019) di Asian Hospital Management Awards (AHMA) 2019 yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam RS UNAIR memboyong tiga penghargaan. Tiga penghargaan yang diraih yakni, Gold Award : Community Involvement Project, Excellence Award : Hospital Chief Executive Officer of the Year, dan The Best Male of National Costum.
Apakah dengan penghargaan-penghargaan itu lalu RSUA sudah sempurna atau perfect? Tentu tidak karena kesempurnaan mutlak itu milik Sang Pencipta. Permintaan publik akan cepatnya pelayananan, profesionalisme SDM dsb akan menjadi masukan strategis bagi RSUA untuk perbaikan yang berkelanjutan (sustainable).
Professor Díaz Carlos Alberto mengingatka : “In complex systems, unpredictability and paradox are always present, and as such some things will remain unknown. Resolving should be replaced by a dynamic, emergent, creative and intuitive vision of the world to offer a comprehensive and integrated medical care service, based on the continuity of care and performance-based services.” (Dalam sistem yang kompleks, ketidakpastian dan paradoks selalu ada, dan dengan demikian beberapa hal akan tetap tidak diketahui. Penyelesaian harus diganti dengan visi dunia yang dinamis, muncul, kreatif dan intuitif untuk menawarkan layanan perawatan medis yang komprehensif dan terintegrasi, berdasarkan kontinuitas perawatan dan layanan berbasis kinerja. “)
Singkat kata, Rumah Sakit Universitas Airlangga is Awesome (hebat), itu pendapat jujur saya dan perkenankan saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Rektor Unair, Direktur RSUA beserta seluruh jajarannya atas capaian-capainnya yang positif.