Universitas Airlangga Official Website

Sejarah Keterlibatan Universitas Airlangga pada Reformasi Indonesia 1998

Ilustrasi gerakan mahasiswa. (Feri Fenoria)
Ilustrasi gerakan mahasiswa. (Feri Fenoria)

UNAIR NEWS – Perubahan politik dan tumbangnya rezim Orde Baru menandai berakhirnya milenium kedua di Indonesia. Universitas Airlangga (UNAIR) berperan aktif pada momentum Reformasi 1998 yang mengguncang negeri ini. Krisis ekonomi dan politik saat itu memicu aksi mahasiswa di berbagai kampus, termasuk UNAIR untuk menuntut perubahan.

Dengan dukungan pimpinan universitas, mahasiswa UNAIR terlibat dalam demonstrasi yang diorganisir secara legal oleh Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Aspirasi yang disuarakan bertujuan memperbaiki kondisi ekonomi, hukum, dan politik bangsa. Secara terbuka, Rektor UNAIR masa itu Prof dr Soedarto DTM&H PhD mendukung mahasiswa dan menegaskan pentingnya aksi damai demi masa depan bangsa.

Tuntutan reformasi pada Mei 1998 semakin meluas. Dengan melibatkan seluruh civitas academica, pamflet-pamflet berjudul Undangan Resmi Reformasi tersebar. Undangan tersebut  bertujuan mengundang partisipasi dalam apel akbar reformasi pada Jumat, 8 Mei 1998 dan terlaksana di halaman Perpustakaan Pusat UNAIR. Para civitas academica yang hadir mendesak adanya perubahan, salah satunya menuntut turunnya Presiden Soeharto.

UNAIR juga membentuk tim khusus untuk merumuskan solusi reformasi. Mencakup efisiensi pasar, penghapusan distorsi, alokasi sumber daya yang optimal, dan penerapan Good and Clean Governance di bidang ekonomi. Lalu, penegakan hukum yang demokratis, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta upaya pemberantasan di bidang hukum. Terakhir, kritik terhadap stabilitas otokratis, redistribusi kekuasaan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di bidang politik. 

Tuntutan dari tiga bidang tersebut diperkuat dengan ditandatangani oleh Prof RM Soejoenoes, selaku guru besar tertua di UNAIR pada masa itu. Mahasiswa sebagai garda depan aksi tidak bertindak sendiri, melainkan mendapat dukungan penuh dari jajaran pimpinan, dosen, hingga alumni. Selanjutnya, tuntutan tersebut dikirimkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Untuk memperluas tuntutan di luar kampus, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Universitas Airlangga Pro-Reformasi (MUPR) menyuarakan aspirasi. Aspirasi ini tersebar melalui siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya. Siaran tersebut berlangsung selama 20 menit, yang diisi dengan pembacaan tuntutan dan pemutaran lagu Indonesia Raya. 

Semangat perjuangan mahasiswa mendapat hambatan. Sore hari pada Selasa 19 Mei 1998, mahasiswa bergerak ke arah utara melalui Jalan Dharmawangsa mendapat hadapangan aparat militer dan terjadi pemukulan. Pada Kamis 21 Mei 1998, Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden setelah 32 tahun berkuasa. Dalam perjalanan sejarah gerakan reformasi ini, UNAIR kehilangan dua mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Pengorbanan mereka menjadi pengingat yang membawa dampak besar bagi perubahan bangsa.

Sumber: Mendidik Bangsa, Membangun Peradaban (Sejarah Universitas Airlangga), karya Prof Dr Sarkawi B. Husain dkk.

Penulis: Yang Ramadia Nurya Syifa

Editor: Yulia Rohmawati