Para alumni Unair yang tergabung di WA grup nya alumni minggu-minggu lalu banyak bertanya dimana gerangan Cak Sutas ? Demikian mereka memanggil Kolonel TNIAD Purn Drs Sugeng Brantas alumni FISIP Unair tahun 78 atau 79 an karena yang bersangkutan biasanya aktif muncul di WA grup IKA UA. Saya termasuk yang bertanya keberadaan cak Sugeng Brantas. Lalu saya terkejut ketika kolega saya yang sama-sama mantan pengurus IKA UA men-share Informasi:
Apel Persada
“Tentara Nasional Indonesia dengan ini mempersembahkan ke Persada Ibu Pertiwi, jiwa, raga, dan jasa jasa almarhum Kolonel Inf. Drs. Sugeng Berantas yang telah meninggal dunia demi kepentingan serta keluhuran Negara dan Bangsa pada hari Sabtu tgl 26 Agustus 2023 pk 19.47 di RSPAD Gatot Subroto. Semoga jalan dharma bakti yang ditempuhnya dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua.” Berikut foto dan video pemakaman dengan prosedur militer. Ternyata cak Kolonel sudah mendahului kita. Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun.
Di Amerika Serikat ada peraturan pemerintah tentang panggilan mantan pejabat yang menduduki jabatan penting dan bergengsi di negara yaitu mereka tetap dipanggil sesuai dengan jabatan yang mereka sandang sebelumnya. Sebutan-sebutan itu bertujuan untuk menghormati para mantan pejabat itu. Jadi misalnya Barrack Obama, atau Donald Trump itu tetap dipanggil “Mr. President”, selain jabatan presidena da jabatan-jabatan yang pangkatnya masih melekat meskipun yang bersangkutan sudah purna, mereka antara lain Hakim, Anggota DPR, perwira tentara dsb. Jadi mantan Hakim itu dipanggil “Judge” dan perwira militer di panggil misalnya “Colonel”, “General” dsb.
Demi memberi pernghormatan kepada almarhum, saya terinspirasi dari peraturan di AS itu dengan tetap memanggilnya “Cak Kolonel” baik ketika bertemu maupun komunikasi lewat Japri.
Bagi saya dan banyak alumni Unair terutama mantan pengurus IKA UA bersaksi bahwa almarhum Cak Kolonel ini adalah orang baik, dan sangat perduli kepada alumni dan almamaternya Universitas Airlangga. Almarhum riwa riwi Jakarta- Surabaya, namun hampir disetiap kegiatan IKA UA almarhum selalu aktif hadir. Sepertinya bagi almarhum sebagai prajurit bangsa dan alumni Unair, maka yang “Harga Mati” itu tidak hanya NKRI tapi juga Alumni dan Almamater Unair.
Karena kecintaannya kepada alumni, maka almarhum menjadi satu-satunya perwakilan IKA UA di organisasi HIMPUNI atau Himpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri, dan beliau aktif mengikuti berbagai pertemuan rutin HIMPUNI dimana-mana terutama di Jakarta. Saya pribadi merasa malu kalau almarhum bertanya “mas, mana alumni Unair yang aktif di HIMPUNI?”. Sementara alumni UI, UGM, ITB, IPB, Unsoed, Undip, Unpad dsb saling bergantian para alumninya aktif di kegiatan HIMPUNI.
Saya membaca komentar-koemntar kolega saya mantan pengurus IKA UA yang mempertanyakan kenapa tidak ada perwakilan alumni (terutama DKI) yang hadir dalam pemakaman almarhum Cak Kolonel, atau menjenguk keluarganya untuk sekadar menghibur dan mendoakan almarhum. Saya miris membaca alasan kenapa tidak ada alumni Unair DKI yang tidak ikut mengikuti prosesi pemakaman almarhum, yaitu “Tidak Kenal, karena pengurus sekarang orang-orang muda”. Seharusnya kenal atau tidak maka sebagai sesama alumni ada perwakilan yang hadir di acara pemakaman itu. Dan ironisnya kolega saya mantan pengurus IKA UA sdr. Edy Utomo mendapatkan foto-foto dan video pemakaman almarhum sang Kolonel ini dari pengurus HIMPUNI bukan dari orang -orang IKA Unair. Ini harus menjadi perhatian para pengurus IKA UNAIR sekarang, kata Cak Edy Utomo.
Cak Kolonel Sugeng Brantas memang dianggap “Kontroversi” soal respon komen dia di WA grup yang tidak pas dengan isu yang dibahas, misalnya isu soal Stunting, maka almarhum meresponnya dengan menyebutnya Undang-Undang tertentu yang tidak ada hubungannya dengan isu utamanya. Ada yang marah (terutama alumni muda) dengan memprotes almarhum. Tapi saya pakai jalur Japri untuk mendiskusikan isu dan respon dia itu. Ada mantan pengurus alumni yang lebih bijak mensikapinya dengan mengatakan “Cak Sutas itu pada dasarnya orang baik, dan bagi yang tidak setuju dengan pendapatnya, lebih baik diam saja karena kita ini sama-sama alumni”
Tapi yang menarik, almarhum sering berpendapat dengan perspektif TNI bahwa apapun pencapaian positif para alumni kalau tidak ada fasilitas pemakaman di Taman Makam Pahlawan, sia-sia saja pencapaian itu.
Ternyata Allah mendengar pendapat almarhum dan mengijabahinya dengan adanya penghormatan secara militer resmi ketika almarhum di makamkan di Jakarta.
Saya bersaksi bahwa almarhum Cak Kolonel ini orang baik, kecintaannya kepada alumni dan almamater UNAIR sangat tinggi.
Selamat Jalan Kolonel.