Universitas Airlangga Official Website

Seminar Basasindo UNAIR, Uraikan Penolakan Ekspresi Perasaan Cinta

Prof Edy Jauhari Saat Sesi Penyampaian Materi Studi Empiris terhadap Penolakan Ekspresi Perasaan Cinta di Kalangan Remaja Jawa Surabaya. (Foto: Dok Istimewa)

UNAIR NEWSDepartemen Bahasa dan Sastra Indonesia (Basasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar Seminar Nasional Memori Kolektif Masyarakat dalam Perspektif Linguistik: Pragmatik dan Etnolinguistik. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu (23/10/2024). di Ruang Siti Parwati Lt. 2, Gedung Fakultas Ilmu Budaya, Kampus Dharmawangsa-B, Universitas Airlangga

Prof Edy Jauhari MHum hadir sebagai salah satu pemateri pada seminar tersebut. Beliau menyampaikan materi mengenai analisis pragmatik terhadap penolakan ekspresi perasaan cinta (EPC). Materi tersebut bertajuk Studi Empiris terhadap Penolakan Ekspresi Perasaan Cinta di Kalangan Remaja Jawa Surabaya.

Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia tersebut mengungkap penolakan EPC berbeda dengan penolakan lain, seperti penolakan undangan, saran, dan tawaran. Berbeda karena penolakan cinta dapat membuat orang kehilangan percaya diri dan merasa kehilangan harga diri. “Penolakan ekspresi perasaan cinta menciptakan rasa yang luar biasa karena melibatkan hati dan perasaan yang sangat dalam,” ujarnya.

Penolakan EPC masuk dalam kajian linguistik pragmatik, yaitu refusal of request. Refusal merupakan respons tidak bersedia atau penolakan dari tindakan ekspresi perasaan cinta (EPC). Terdapat dua strategi refusal, yaitu direct refusal dan indirect refusal. Menurut Prof Edy, direct refusal adalah strategi penolakan secara jelas, transparan, dan eksplisit, sedangkan indirect refusal merupakan strategi penolakan secara implisit dan tidak transparan. 

Prof Edy menjelaskan tiga aspek penting lain dalam menganalisis EPC, yaitu formula semantik refusal, sekuensi strategi refusal, dan modifier. “Formula semantik refusal adalah isi semantik yang digunakan untuk mewujudkan refusal. Formula ini wujudnya bisa bermacam-macam. Misalnya, berupa reason, alternative, performatives, negative willingnes, negative flat, dan lain-lain,” jelasnya.

Kemudian, sekuensi strategi refusal adalah beberapa langkah dalam melakukan penolakan. Terdapat tiga langkah penolakan, pre-refusals atau awal negosiasi penolakan, head acts (HA) atau inti pernyataan penolakan, dan terakhir post-refusals atau kalimat yang mengikuti head acts dapat berupa alasan yang berisi ungkapan positif. Terdapat pula modifier yang menjadi elemen untuk memperhalus pernyataan penolakan.

Jajaran Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia bersama Pemateri pada Seminar Nasional Memori Kolektif Masyarakat (Foto: Dok Istimewa)

Setelah menjelaskan mengenai teori-teori untuk menganalisis penolakan EPC, Prof Edy memaparkan riset terdahulunya terkait hal tersebut. Beliau pernah melakukan riset tentang penolakan ekspresi perasaan cinta remaja wanita Jawa yang berasal dari Surabaya. Dari total 100 jawaban informan, terdapat 52 mengaku menggunakan strategi direct refusal dan 48 indirect refusal

“Faktanya, remaja Jawa Surabaya lebih suka menggunakan strategi direct refusal yang cenderung lebih keras daripada indirect refusal. Mungkin ini ada kaitannya dengan masyarakat Surabaya yang bersifat terbuka dan terang-terangan, makanya banyak yang lebih memilih menggunakan direct refusal,” pungkasnya.

Penulis: Selly Imeldha

Editor: Edwin Fatahuddin