Universitas Airlangga Official Website

Seminar Kolokium UiTM Law x FH UNAIR Diskusikan Peran Hukum dalam Menyokong Inovasi Teknologi dan SDGs

UNAIR NEWS – FH UNAIR menggandeng Fakulti Undang-Undang Universitas Teknologi MARA Shah Alam untuk menggelar International Colloquium pada Senin (17/10/2022). Konferensi akademik ini digelar secara luring di Shah Alam, Malaysia, diikuti dengan 52 peserta dari sivitas akademika kedua universitas. Topik yang diangkat pada International Colloquium tersebut adalah “Strengthening the Role of Law to Foster the Use of Technology and Innovation for Sustainable Development.”

Salah satu kegiatan dari rangkaian acara kolokium tersebut adalah seminar, dimana tiga pembicara mancanegara dihadirkan secara luring. Pembicara pertama adalah Guru Besar Hukum Lingkungan Macquarie University Prof Shawkat Alam. Topik materinya berpijak pada diskursus technology transfers, yakni suatu proses untuk memahami, menggunakan, dan mereplikasi teknologi, serta kapasitas untuk memilih, adaptasi, dan integrasi teknologi dengan konteks dan pengetahuan lokal/adat.

“Implementasi technology transfers ini sangatlah penting bagi negara-negara di Global South, yang notabene tidak memiliki kapabilitas yang setara dengan negara Global North dalam mitigasi krisis iklim. Harapannya, proses mitigasi itu tidak disruptif dengan kearifan lokal dan derajat pertanggungjawaban mitigasi lebih diberatkan pada negara maju,” ujar akademisi asal Bangladesh itu.

Perkembangan teknologi memang suatu keniscayaan dalam mewujudkan masa depan yang berkelanjutan secara ekologis. Namun tak jarang pula, eksistensi teknologi malah justru mengamplifikasi kerusakan lingkungan. Lanskap tersebut yang melatarbelakangi pembahasan pemateri kedua, yakni Pakar Hukum Pidana Erasmus University Prof Joost Nan. Disitu, ia memaparkan peran hukum pidana dalam merespon perusakan lingkungan. Peran hukum pidana disini digunakan sebagai hukuman terakhir (ultimum remedium) pada aktor-aktor perusak.

“Dalam level internasional, kejahatan lingkungan sedang diusahakan untuk masuk ke dalam yurisdiksi International Criminal Court (ICC). Kejahatan ini dinamakan sebagai ekosida, yang didefinisikan sebagai tindakan melanggar hukum atau kelalaian dimana dampaknya diketahui oleh aktor-aktor tersebut dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang parah dan dalam jangka panjang atau berlingkup luas terhadap lingkungan hidup,” ujar yuris asal Belanda itu.

Pemateri ketiga adalah Pakar Hukum Siber Bundeswehr Uni Munchen Prof. Stefan Koos. Pembahasannya berpijak pada pertanggungjawaban sosial media terhadap kepemilikan data dalam hukum Jerman dan Uni Eropa. Hal ini dikarenakan bahwa data tidak hanya sekadar aset dalam hal finansial, layaknya minyak yang menyematkan ungkapan bahwa data is the oil of 21st century.

“Ia juga bertalian dengan hak atas perlindungan data pribadi yang dimiliki oleh konsumen sosial media. Tak hanya itu, data konsumen tersebut juga berhak atas perlindungan kekayaan intelektual. Jadi ini merupakan suatu isu yang amat multidimensional,” ujar Prof Stefan.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan