UNAIR NEWS – Himpunan Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (HIMA K3) Fakultas Vokasi (FV) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menggelar Seminar Nasional K3. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara tahunan dari HIMA K3 yang kali ini terselenggara pada Sabtu (28/9/2024). Seminar Nasional K3 kali ini berlangsung di Gedung Kuliah Bersama (GKB) Kampus MERR-C UNAIR.
Seminar ini hadir dengan tajuk “Pengembangan Keterampilan dan Efektivitas Program Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Mempersiapkan Tenaga Kerja yang Kompeten di Sektor Pertambangan”. HIMA K3 menghadirkan beberapa stakeholder, termasuk Seksi Norma K3 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Warga Bagus Pribadi ST MM sebagai keynote speaker.
Urgensi Pelatihan K3
Dalam paparannya, Warga Bagus menyebutkan bahwa sektor pertambangan dikenal sebagai sektor yang padat modal dan menggunakan teknologi tinggi. Namun, sektor ini juga memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Menurutnya, penerapan K3 yang efektif bukan hanya kewajiban perusahaan, tetapi juga hak pekerja.
“Kita tidak bisa mengabaikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini mewajibkan perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman, serta melakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah penyakit akibat kerja pada pekerja,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti data dari BPJS yang menunjukkan sektor pertambangan berada di peringkat ketujuh terkait angka kecelakaan kerja. “Berdasarkan data BPJS, angka kecelakaan kerja pada sektor pertambangan mencapai total 12.190 kasus antara tahun 2019 hingga 2021. Oleh karena itu, program pelatihan K3 hadir bukan untuk formalitas belaka. Tetapi juga merupakan upaya nyata untuk mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas,” jelasnya.
Safety Culture
Sementara itu, Dedik Irawan ST selaku HSE PT SLS group sekaligus pemateri pada seminar tersebut menekankan pentingnya safety culture di lingkungan kerja. Khususnya di sektor pertambangan. Menurut Dedik, safety culture adalah nilai-nilai keselamatan yang melekat pada individu maupun organisasi, baik melalui pendekatan formal maupun informal.
Dedik menambahkan bahwa safety culture melibatkan tiga komponen utama, yaitu perilaku (behaviour), lingkungan (environment), dan individu (person). “Safety culture melibatkan tanggung jawab bersama antara karyawan dan manajemen. Jika karyawan tidak menganggap keselamatan itu penting, maka mereka tidak akan mampu menerapkan nilai-nilai keselamatan dengan baik,” tegasnya.
Pada akhir, Dedik mengingatkan bahwa pembentukan safety culture di suatu lingkungan kerja merupakan tanggung jawab bersama. “Mindset zero accident bisa tercapai jika ada upaya bersama. Prinsipnya adalah proaktif dan partisipasi dari semua pihak,” katanya.
“Ketika karyawan ikut terlibat aktif, seperti melaporkan adanya kecelakaan atau potensi bahaya, maka mereka akan turut membentuk safety behaviour di perusahaan. Transformasi ini harus didukung dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tepat,” tutupnya.
Penulis: Raissyah Fatika
Editor: Yulia Rohmawati