UNAIR NEWS — Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kependudukan Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar seminar terkait isu fatherless dengan tema Menciptakan Generasi Tangguh, Mewujudkan Masa Depan Keluarga Sejahtera. Acara tersebut berlangsung pada Sabtu (26/04/2025) di Aula Soetandyo, FISIP, Kampus Dharmawangsa-B, UNAIR.
Seminar ini berkolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada acara Siap Nikah, Goes To Campus. Acara ini mengundang pembicara Fonny Indri Hartanti S Psi M Psi psikolog selaku Penata Kependudukan dan KB dan Dr Lutfi Agus Salim S KM M Si selaku Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Timur.
Dalam paparannya, Fonny menyoroti tentang keluarga berencana dan peran ayah dalam peningkatan kualitas keluarga. Topik ini terpilih karena latar belakang Indonesia yang menjadi salah satu negara dengan kasus fatherless tertinggi.
Isu Fatherless di Indonesia
Fatherless adalah suatu keadaan di mana seorang anak tumbuh tanpa ada keterlibatan atau pengasuhan ayah. Fonny menegaskan bahwa selama ini di Indonesia, para ibu lebih banyak mengambil peran dalam pengasuhan anak daripada ayah.
“Keterlibatan ayah itu sangatlah penting. Ada banyak dampak yang anak hadapi apabila tidak ada figur ayah di dalam hidup mereka. Misalnya, seperti masalah akademik, rentan mengalami masalah emosi, seperti depresi, gangguan kecemasan, dan merasa tidak percaya diri. Anak juga berpotensi terlibat dalam perilaku destruktif, hingga rentan terlibat perilaku seks berisiko dan hamil di luar nikah,” jelas Fonny.
Fonny juga menyoroti dampak kondisi fatherless terhadap bonus demografi, terutama pada generasi sandwich. Ia menekankan bahwa kita harus menilai bonus demografi dari segi kualitas penduduk. Meskipun penduduk usia produktif mendominasi, tingginya kasus fatherless tetap menjadi tantangan. Anak-anak yang lahir dalam kondisi tersebut seringkali kesulitan bersaing secara unggul karena lemahnya daya juang, kepemimpinan, etos kerja, daya saing, serta ketidakstabilan mental.
“Kami dari BKKBN memiliki empat indikator ayah teladan. Indikator tersebut adalah adanya Interaksi langsung, kehadiran ayah secara fisik maupun psikologis, keterlibatan ayah dalam pengasuhan, termasuk pengambilan keputusan, serta tanggung jawab finansial dan pendidikan anak, dan keterlibatan ayah dalam pekerjaan rumah/domestik.”
Tantangan dan Kesiapan Membangun Keluarga
Di tengah perubahan zaman, peran ayah dalam pengasuhan anak menghadapi tantangan serius.Fenomena Long Distance Marriage, pengaruh media sosial yang membentuk standar baru relasi keluarga.
Kuatnya budaya patriarki dengan konsep toxic masculinity juga membuat kehadiran ayah, baik fisik maupun emosional, semakin berjarak. Banyak ayah masih terjebak dalam pola asuh lama yang kaku dan dingin, sementara anak-anak masa kini butuh figur ayah yang hadir dan hangat secara emosional di tengah dinamika kehidupan modern.
Fonny menambahkan bahwa ada sepuluh dimensi kesiapan yang harus terpenuhi untuk membangun keluarga ideal. Sepuluh dimensi itu adalah usia, fisik, finansial, mental, emosi, sosial, moral, interpersonal, intelektual, hingga keterampilan hidup. Semua ini menjadi fondasi agar keluarga dapat berfungsi secara optimal.
Dalam keluarga yang ideal, fungsi Asah (agama, sosial, budaya, pendidikan, pembinaan lingkungan), Asih (reproduksi dan cinta kasih), dan Asuh (perlindungan dan ekonomi) harus berjalan beriringan. Dengan begitu lingkungan yang harmonis, penuh cinta, dan mampu mendukung tumbuh kembang setiap anggotanya dapat terbentuk.
Penulis : Dalliyah Iftitah Arbi
Editor : Edwin Fatahuddin