UNAIR NEWS – Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Husada Tsalitsa Mardiansyah memiliki skill di bidang seni kaligrafi. Buah karyanya tidak hanya digemari masyarakat lokal, beberapa kali ia bahkan membuatkan pesanan kaligrafi untuk rekanannya dari manca negara, seperti New York dan Yerusalem.
Salah satu yang membanggakan adalah ketika karya mahasiswa FK UNAIR semester enam ini pernah diapresiasi oleh UNAIR. Ini bermula ketika Husada mengikuti kompetisi pembuatan logo Masjid Ulul Azmi tahun 2016. Setelah mengirimkan proposal logo serta mempresentasikan filosofinya di hadapan juri, Husada akhirnya berhasil memenangkan kompetisi tersebut. Logo buatannya pun terpilih menjadi logo Masjid Ulul Azmi UNAIR.
Dalam pembuatan logo tersebut, pria kelahiran Banyuwangi ini memadukan beberapa huruf kufi dan beberapa style huruf lain sesuai kaidah seni kaligrafi. Bentuk logo masjid tampak menyerupai tetesan air, sebagaimana “Air Amerta” atau air kehidupan abadi yang dipanggul oleh Garuda Mukti.
“Simbol ini melambangkan UNAIR sebagai sumber ilmu yang senantiasa abadi. Ilmu bisa kita peroleh di kampus UNAIR dan masjid ini,” jelasnya.
Ketertarikan pada seni kaligrafi telah dirasakannya sejak kecil. Ketika masih SD, Husada tak segan menawarkan jasa penulisan kaligrafi kepada teman-temannya. Husada antusias membuatkan pesanan kaligrafi di atas kertas warna-warni, meski hanya dibayar 500 Rupiah kala itu.
Dengan semangat, ia terus mengembangkan bakatnya dengan mengikuti kegiatan ekstra kurikuler (ekskul) kaligrafi. Berlanjut dari SMP ke SMA, ia mulai memberanikan diri untuk mengomersialkan karyanya. Beberapa kali ia menerima pesanan kaligrafi untuk cover buku dari beberapa penerbit atau pesanan kaligrafi untuk kado. Pesanan lain juga datang dari beberapa komunitas islam dari manca negara.
Awal mula mempelajari teknik penulisan kaligrafi, Husada mengaku belum memahami jika ternyata pembuatan kaligrafi tidak lepas dari hukum serta faedah. Namun seiring berjalannya waktu, skill dan pemahamannya makin terasah.
“Alhamdhulillah sekarang sudah lebih luwes tanpa harus menulis sketsa dengan pensil. Karena reflek tangan sudah terlatih, sehingga lebih mudah menuliskan huruf-huruf kaligrafi dalam proporsi yang pas tanpa mikir-mikir lagi,” ungkapnya.
Selain menggunakan huruf Arab, peraih juara 1 lomba MTQ-M UNAIR tahun 2016 ini juga mengombinasikan karyanya menggunakan huruf Jawa dan beberapa style huruf lainnya. Teknik penulisan juga dikembangkan tidak hanya manual tapi juga digital. Ia bahkan ‘mengawinkan’ konsep kaligrafi kontemporer dengan unsur-unsur modern tanpa mengurangi faedah penulisan kaligrafi.
“Lebih simpel dengan cara digital, dibanding manual. Tapi lebih greget menulis kaligrafi dengan tangan, karena ketika menulis, perasaan dan emosi benar-benar dilibatkan. Sementara digital hanya cukup menata ulang huruf-huruf yang tersedia. Dan hasilnya tentu berbeda,” ungkapnya.
Meski disibukkan dengan kegiatan kuliah, pria kelahiran Maret 1997 ini tetap meluangkan waktu untuk hobinya. Ada keasyikan tersendiri ketika memainkan ujung pena dan membuat lekukan huruf.
“Buat saya membuat kaligrafi bisa menjadi pengobat dikala sedang dilanda penat,” ungkapnya.
Setiap kali membuatkan pesanan kaligrafi, perlu waktu baginya untuk brainstorming. Panjang kalimat serta tingkat kesulitan pada pembuatan bentuk huruf sangat memengaruhi lamanya proses pembuatan kaligrafi. Proses ini yang kerapkali membuatnya kebingungan membandrol harga.
“Di Indonesia apresiasi untuk seni belum terlalu tinggi, jadi seringnya ‘harga teman’. Sementara orang luar negeri sangat mengapresiasi sebuah seni. Alhamdhulillah kalau yang pesan orang luar bisa dihargai sampai jutaan rupiah,” ungkapnya.
Ke depan, Husada ingin mengembangkan aplikasi seni kaligrafi dalam bentuk stempel kaligrafi yang bersifat personal.
“Menurut saya stempel kaligrafi yang personalized belum ada, umumnya stempel kaligrafi untuk nama lembaga. Kalau ini kan, kita bisa buatkan stempel kaligrafi dengan menggunakan nama seseorang. Unik dan cocok untuk kado,” ungkapnya. (*)
Penulis : Sefya Hayu Istighfaricha
Editor: Binti Q. Masruroh