UNAIR NEWS – Awal pekan lalu, lembaga perankingan perguruan tinggi dunia Webometrics merilis daftar 602 top peneliti di Indonesia. Mereka adalah para peneliti dengan h-index (indeks kepakaran) di atas sepuluh. Sepuluh dari 602 nama itu merupakan para peneliti dari Universitas Airlangga.
“Kita patut bersyukur ada sepuluh peneliti yang terdapat dalam daftar tersebut,” ujar Badri Munir Sukoco, Ph.D, Ketua Badan Perencanaan dan Pembangunan UNAIR.
Indeks kepakaran versi Webometrics itu dihitung berdasarkan jumlah penelitian dan sitasi publikasi penelitian yang diunggah setiap peneliti melalui akun Google Cendekia (Google Scholar). Pada tahap awal, peneliti harus melakukan aktivasi akun Google Cendekia, lalu mengubah profil dengan status publik. Selain itu, peneliti diharapkan untuk menggunakan alamat e-mail institusional UNAIR.
Hal yang perlu diperhatikan sebelum mengunggah penelitian yang terpublikasi adalah peneliti harus memastikan bahwa karya tersebut memang miliknya. Sebab, dalam beberapa kasus di luar, sitasi peneliti banyak tercatat namun ia tidak terdaftar dalam peneliti top Webometrics. Jika hal ini ditemukan, reputasi universitas bisa menurun.
“Hati-hati masukkan data. Diakui betul-betul, karya sendiri atau bukan. Begitu masuk, orang pasti akan ngecek track record-nya. Kalau ternyata salah, nama kita bisa di banned (dicekal),” ujar Badri.
Selain Google Cendekia, Badri mengatakan, akun media sosial khusus peneliti yang bisa dimanfaatkan untuk mempublikasikan hasil risetnya antara lain Research Gate, Academia.Edu, Orcid, dan Mendeley. Sebab, ketika peneliti mengaktivasi akun-akun tersebut, peneliti lainnya bisa dengan mudah mengunduh penelitian tersebut untuk disitasi dan dijadikan referensi. Dengan begitu, jumlah sitasi akan meningkat.
“Makanya, kami berupaya agar dosen punya akun-akun itu dan terus memperbarui media tersebut,” tambah Badri.
Agar sitasi semakin meningkat, UNAIR menargetkan 20 persen dosen harus sudah bergelar guru besar pada tahun 2020 nanti. Saat ini, ada sejumlah 177 gubes aktif UNAIR. Mereka diharapkan semakin giat untuk melakukan penelitian dan publikasi sehingga jumlah sitasi yang berasal dari peneliti-peneliti di UNAIR ikut meningkat.
“Dengan publikasi, akan dapat gelar guru besar, sitasi ikut naik. Terkait reputasi, bagaimana reputasi akan menjadi baik kalau kita tidak pernah melakukan publikasi. Reputasi dosen pasti akan dilihat dari apa kompetensinya,” ujar Badri yang memiliki indeks H-11 berdasarkan Webometrics.
Badri menambahkan, saat ini UNAIR tengah berupaya menghangatkan iklim akademik para dosen.
Berikut kesepuluh peneliti UNAIR yang masuk daftar 602 peneliti di Indonesia. Mereka adalah Gunawan Indrayanto (Fakultas Farmasi), Maria Inge Lusida (Fakultas Kedokteran), Aty Widyawuruyanti (FF), Soetjipto Koesnowidagdo (FK), Indah Setyawati Tantular (FK), Badri Munir Sukoco (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Aucky Hinting (FK), Wiwied Ekasari (FF), Moh. Yasin (Fakultas Sains dan Teknologi), Agoes Soegianto (FST). (*)
Penulis: Binti Q. Masruroh
Editor: Defrina Sukma S