Universitas Airlangga Official Website

Serangga sebagai Menu MBG, Dosen Gizi: Pastikan Standar Keamanan dan Penerimaan Publik

Kolase penyajian makan bergizi gratis (MBG) menu serangga goreng (Foto: Koma.id)
Kolase penyajian makan bergizi gratis (MBG) menu serangga goreng (Foto: Koma.id)

UNAIR NEWS – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) lagi-lagi menjadi sorotan publik usai Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dandan Hindayana mengusulkan pemanfaatan serangga sebagai menu MBG. Usulan ini berangkat dari daerah tertentu yang menjadikan serangga seperti belalang dan ulat sagu sebagai sumber protein. Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes memberikan pandangannya mengenai potensi dan tantangan implementasi terkait usulan Kepala BGN tersebut.

Laila menyebutkan ada beberapa faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam mengadopsi serangga sebagai menu MBG. Dari segi gizi, serangga memang memiliki kandungan protein yang tinggi. Namun, tantangan utama justru datang dari aspek budaya, psikologis, dan keamanan pangan.

“Memang ada beberapa daerah yang terbiasa mengonsumsi serangga. Artinya konsumsi serangga bisa diterima oleh kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak semua daerah menganggap serangga sebagai edible food,” jelas Laila. Ia menekankan bahwa kebijakan ini harus benar-benar bertujuan untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Bukan sekadar menjadi program formalitas tanpa manfaat yang maksimal. 

Laila menjelaskan terkait kandungan gizi dalam serangga. Ia mengatakan bahwa per 100 gram serangga memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada daging sapi dan ayam. Lebih lanjut, serangga juga kaya akan asam amino esensial dan asam lemak tak jenuh seperti omega 3 dan omega 6. “Tetapi penting untuk digarisbawahi, bahwa jumlah atau porsi diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut,” ucap Laila tegas. 

Perlu diingat juga bahwa penerimaan masyarakat masih menjadi tantangan. Sehingga perlu adanya inovasi dalam pengolahan serangga agar masyarakat bisa menerima. Misalnya dalam bentuk tepung protein serangga yang dapat diolah menjadi berbagai makanan atau produk olahan lainnya.

Selain itu, Laila juga menjelaskan terkait standar keamanan dan regulasi pangan pada serangga sebagai bahan makanan. “Undang-undang pangan kita belum ada penjelasan detail terkait serangga, bagaimana memastikan keamanan pangannya. Namun beberapa peraturan terkait standar keamanan pangan dan novel food (bahan pangan baru) sudah ada seperti Peraturan Kepala BPOM No. 13 Tahun 2016 tentang pangan olahan yang mengandung bahan pangan baru,” tutur Laila.

Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes (Foto: Istimewa)
Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes (Foto: Istimewa)

Hal tersebut menjelaskan bahwa produk berbasis serangga perlu melalui evaluasi BPOM sebelum mendapatkan izin untuk beredar sebagai makanan. Laila juga menyinggung terkait potensi alergi dan keamanan konsumsi serangga. Karena Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan tidak memberikan penjelasan terkait serangga sebagai komoditas pangan.

Meskipun kaya nutrisi, konsumsi serangga di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Faktor budaya dan psikologis menjadi permasalahan utama. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum terbiasa mengonsumsi serangga sebagai makanan sehari-hari.

“Di Indonesia, konsumsi serangga sebagai makanan masih belum umum di sebagian besar masyarakat, meskipun ada beberapa daerah yang sudah terbiasa mengonsumsinya. Penerimaan terhadap serangga sebagai makanan sehari-hari dipengaruhi oleh faktor budaya, psikologis, sosial, dan ekonomi,” jelas Laila.

Sebagai penutup, Laila berharap pemerintah dapat menyusun regulasi yang jelas mengenai konsumsi serangga. Termasuk juga mengedukasi masyarakat tentang manfaatnya, serta berinovasi dalam mengembangkan produk berbasis serangga. Selain itu, mendukung ekosistem budi daya serangga skala UMKM juga dapat membantu penyediaan bahan baku yang berkelanjutan.

“Jangan sampai program MBG ini hanya sekadar menjalankan program, tanpa ada niatan memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Jangan sampai program MBG ini hanya sekdar program bagi-bagi makanan,” tutupnya.

Penulis: Anggun Latifatunisa

Editor: Yulia Rohmawati