UNAIR NEWS – Film yang digadang-gadang sebagai hiburan terlaris sepanjang masa ini, tengah banyak diperbincangkan masyarakat penyuka tontonan horor. Kisah kuliah kerja nyata (KKN) sejumlah mahasiswa di timur Pulau Jawa yang dinilai tidak mematuhi tradisi desa berujung petaka. Cerita ini bermula dari thread viral di Twitter tahun 2019 lalu, kemudian diangkat menjadi film yang disutradarai oleh Awi Suryadi.
Alur kisah yang memadukan kisah mistis, dibalut dengan kisah asmara dua mahasiswa yang melakukan tindakan tidak semestinya menjadikan bumbu dalam penggarapan film ini. Film KKN di Desa Penari tidak luput dari sorotan masyarakat, terlebih di kalangan sivitas akademika UNAIR. Salah satunya kegiatan yang digagas SKI FISIP UNAIR dalam diskusinya bertajuk KKN DI DESA PENARI Menurut Sudut Pandang Islam.
Kegiatan diawali oleh Muhammad Abrar sekaligus sebagai pemantik yang menjelaskan latar belakang mengapa film ini layak untuk diangkat dalam diskusi kali ini. Menurut Abrar sapaan akrabnya, setiap tempat memiliki tradisinya masing-masing yang telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat lokal. Terlebih dalam film yang terdapat kisah mistis sosok jin penari yang hidup berdampingan dengan masyarakat.
Menurut Abrar, antara jin, manusia, dan malaikat sama-sama diciptakan oleh Allah SWT untuk senantiasa menyembah-Nya. Manusia dijadikan Allah memiliki derajat lebih tinggi dari makhluk ciptaan sebelumnya yakni jin dan malaikat. Namun, jin tidak mau tunduk yang menganggap manusia lebih tinggi derajat dari dirinya, sehingga jin bersumpah akan menyesatkan manusia di bumi sampai hari akhir.
Hal ini tentunya memiliki relevansi dengan kisah yang terdapat dalam film, yang mana turut mengangkat cerita adanya jin yang berwujud penari perempuan yang menggoda mahasiswa dalam menjalankan KKN. Lalu, bagaimana menyikapi hal tersebut sebagai hamba Allah?
Perasaan Takut
Abrar menuturkan bahwa salah satu faktor yang menjadi masalah di dalam kebanyakan diri manusia yakni bergelut dengan perasaan takut di dalam diri terhadap hal-hal mistis. Padahal, sejatinya manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dan sama-sama diciptakan oleh Allah.
“Bukan masalah ada atau tidak adanya baik setan ataupun jin. Tapi yang jadi masalah perasaan kita sendiri. Kita sering kali merasa ketakutan. Padahal manusia diciptakan Allah dengan derajat yang lebih tinggi,” ujarnya kepada peserta pada Sabtu (21/5/2022).
Pada diskusi kali ini Abrar turut menyinggung film yang laris manis di masyarakat Indonesia pada kenyataanya lebih menyukai hiburan yang bernuansa horor. Di balik kesukaan tersebut juga terselip yang sering kali muncul yakni rasa ketakutan yang berlebih terhadap hal-hal semacam setan atau jin yang tidak kasat mata.
“Film sifatnya hanya sebagai hiburan, karena masyarakat Indonesia suka hal-hal yang berbau mistis. Namun terdapat dampak buruknya terlebih bagi sebagian orang Islam. Kemistisan tersebut malah menjadikan ketakutan tersendiri,” katanya.
Menanggapi cerita yang terpaut dalam film KKN DI DESA PENARI, Abrar mengajak peserta untuk senantiasa mematuhi setiap tempat apalagi saat menjadi pendatang, melakukan tanggungjawab dengan semestinya, serta menghargai setiap tradisi yang ada.
“Pesan yang dapat diambil dalam film tersebut pertama ambilah hal-hal baiknya saja, menaati dan mematuhi setiap tradisi saat bertamu di suatu tempat. Kedua, ketika diberikan tanggungjawab, dijalankan dengan baik, tidak malah melakukan maksiat. Dan ketiga menghargai bahwa setiap tempat mempunyai tradisinya masing-masing,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Abrar turut menyampaikan bahwa sebagai mahasiswa selain diberikan bekal ilmu pengetahuan dan akal yang baik, juga mesti senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. (*)
Penulis: Septiana Wulandari
Editor: Binti Q. Masruroh