Universitas Airlangga Official Website

Sosiolog UNAIR Sebut Fenomena Brain Drain Semakin Mengakar di Kalangan Awardee LPDP

Sosiolog UNAIR Dr Tuti Budirahayu Dra Msi. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

UNAIR NEWS- Lembaga Dana Pengelola Pendidikan (LPDP) RI  mengungkap ratusan alumni awardee LPDP Luar Negeri (LN) belum pulang ke Indonesia selepas masa studinya selesai. Dari 35.536 awardee terdapat 413 awardee yang bermasalah dan tidak kembali. Padahal, keharusan kembali ke Indonesia telah diatur dalam pedoman umum calon awardee. Merespons hal itu, Pakar Sosiolog UNAIR Dr Tuti Budirahayu Dra Msi berkiblat pada aturan normatif dan fakta empiris.  

Kategori Awardee

Tuti mengelompokkan dua kategori, pertama ialah alumni awardee yang benar-benar melanggar aturan LPDP, yaitu tidak membayar biaya ganti rugi atas beasiswa selama studi hingga lulus, terlebih tidak kembali ke Indonesia.

“Jelas itu pelanggaran berat, dalam sosiologi itu termasuk penyimpangan. Artinya tindakan melawan aturan atau hukum yang berlaku sehingga layak mendapat hukuman,’’ ujarnya.

Sementara kategori kedua, lanjutnya, ialah alumni awardee yang telah menyelesaikan studi kemudian ditawari bekerja di LN ataupun menikah dengan orang LN. Tetapi mereka (Red: awardee kategori kedua) memenuhi kewajiban untuk membayar denda atau minimal menjalankan kewajiban yang terkait dengan pelanggaran. Tuti menyebut awardee kategori kedua sebagai kelompok brain drain. 

Brain Drain

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR ini menjelaskan brain drain adalah perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, cendikiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Secara sederhana, kondisi itu digambarkan ketika banyak orang yang memiliki keahlian atau kepandaian. Tetapi tidak digunakan untuk membangun bangsanya atau memajukan negaranya.  Justru mereka (red: kelompok brain drain) lebih memilih bekerja atau berkarir di luar negaranya karena berbagai faktor. 

“Bisa karena kesejahteraan hidup di LN lebih baik, misalnya mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi, atau memang dibajak oleh negara lain atas dasar keahlian yang dimilikinya. Bisa juga mereka adalah para imigran yang secara politis tidak bisa kembali ke negaranya atau juga karena pilihan hidup,’’ papar Tuti.

Tuti menegaskan brain drain tidak saja terjadi pada penerima LPDP. Akan tetapi, mereka yang sekolah ke LN dengan biaya sendiri dan memilih tidak kembali ke negara asalnya. Persoalan brain drain harus dibenahi melalui berbagai kebijakan yang ada di Indonesia.

Menurutnya, jika lebih banyak orang yang memilih bekerja atau berkarir di luar negeri. Jelas itu karena mereka tidak mendapat apresiasi yang tinggi dari pemerintah Indonesia. Bukan saja dari segi pendapatan yang rendah. Melainkan, apresiasi terhadap bidang kerja yang tidak sesuai harapan para alumni LN.

“Meski sistem dan aturan mengenai kewajiban kontribusi terus kami perbaiki. Komitmen kembali untuk berkontribusi di Indonesia adalah janji calon awardee. Itu juga akan kembali ditanyakan, digali, dan ditantang oleh pihak LPDP,’’ dilansir dari official LPDP.

Penulis: Viradyah Lulut Santosa

Editor: Khefti al Mawalia