Universitas Airlangga Official Website

Sosiolog UNAIR Tanggapi Fenomena Pengemis Online yang Mulai Menjamur

Foto by Tribun Trends

UNAIR NEWS – Perkembangan teknologi telah memberikan dampak yang tidak main-main. Fenomena ”Pengemis online” di platform media sosial TikTok saat ini tengah marak terjadi. Kegiatan tersebut dilakukan oleh kreator konten dengan mengeksploitasi diri sendiri hingga orang lain untuk mendapatkan hadiah.

Kegiatan yang lakukan “Pengemis Online” tersebut pun beragam. Mulai dari mandi lumpur, berendam di air kotor, hingga mengguyurkan diri dengan air dingin selama berjam-jam. Tak jarang, objek eksploitasi tersebut merupakan orang tua atau lansia. Tidak sedikit yang memberikan hadiah, namun banyak juga yang mengecam.

Melihat fenomena tersebut, kepada UNAIR NEWS (18/1/2023), Sosiolog Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi memberikan beragam tanggapan. Menurutnya, substansi dari yang lakukan oleh pengemis tersebut tidaklah berbeda, yaitu meminta belas kasihan orang lain agar ia mendapatkan sesuatu.

“Itu adalah bentuk kreativitas karena menghadapi situasi yang semakin kompetitif. Jadi mengemis ini tidak mudah, makin banyak saingan. Sehingga mereka perlu berkreasi untuk mendapatkan belas kasihan masyarat untuk memberikan amal karitatifnya,” jelasnya.

Sosiolog Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi. (Foto: Humas UNAIR)

Selain itu, Prof Bagong juga menyoroti tentang fenomena kesenangan yang timbul akibat melihat orang menderita. Dalam platform tersebut, masyarakat akan memberi lebih banyak kalau si pengemis “tersiksa” lebih besar, seperti mengguyur lebih banyak hingga berendam lebih lama.

Dari fenomena tersebut pun, ia mengecam adanya kreator konten yang mencoba mengeksploitasi orang tua mereka. Menurutnya, dibelakang layar akan banyak anak muda yang berperan, terutama dalam mengoperasikan media sosial tersebut.

“Itu yang harus ditangkap. Ini masuk kategori orang yang bukan karena terpaksa tapi justru dia mengeksploitasi penderitaan orang-orang yang tidak berdaya untuk memperkaya dirinya sendiri,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR tersebut.

Perihal fenomena tersebut, pemerintah harus mampu melakukan perang wacana. Sebabnya, “Pengemis Online” tidak bisa ditindak seperti halnya pengemis pada umumnya dengan bantuan Dinas Sosial atau Satpol PP. Prof Bagong menegaskan, biar masyarakat yang akan menghakimi hal tersebut dengan cara tidak menyumbang atau tidak menonton konten tersebut.

Pada akhir, Guru Besar Sosiologi Ekonomi itu berpesan agar pemerintah dan masyarakat bertindak adil dan tidak menstigma negatif terhadap orang miskin. Sebabnya, banyak juga masyarakat miskin yang perlu bantuan sehingga terpaksa untuk mengemis. Penindakan keras justru dilakukan kepada orang yang memanfaatkan masyarakat miskin untuk kekayaan pribadi.

“Ini harus dipilah, kita tidak bisa menghakimi semuanya salah, harus dilihat siapa yang melakukan karena dia butuh hidup, itu tidak masalah. Inikan sama seperti artis yang membuka donasi terbuka, kan sama. Lah kenapa kalau artis tidak kecam, orang miskin dikecam,” tutupnya. (*)

Penulis: Afrizal Naufal Ghani

Editor: Nuri Hermawan