Universitas Airlangga Official Website

Stovit Series Soroti Peran Penting Odontologi Forensik

Dr Rabi ah Al-Adawiyah Rahmat menjadi pembicara di Stovit Online Series (Foto: Tangkapan layar Zoom Meeting)
Dr Rabi ah Al-Adawiyah Rahmat menjadi pembicara di Stovit Online Series (Foto: Tangkapan layar Zoom Meeting)

UNAIR NEWS STOVIT Online Series (SOS)  kembali hadir menyajikan informasi terbaru dan menarik seputar dunia kedokteran gigi. Kali ini, program edukasi besutan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga (UNAIR) itu mengangkat tema mengenai odontologi forensik. Episode tersebut sukses terselenggara secara daring pada Sabtu (9/11/2024). 

Dalam episode tersebut, SOS sukses mengundang dua pembicara internasional dari Universiti Malaysia. Salah satunya adalah Dr Rabiah Al-Adawiyah Rahmat. Ia hadir memberikan materi dengan mengangkat judul “Peran Odontologi Forensik pada Cedera Mulut dan Maksilofasial”.

Rabiah membuka materi dengan memaparkan tanggung jawab dasar dari odontologi forensik. Ia menjelaskan bahwa sebagai ahli odontologi forensik, ia bertanggung jawab dalam pengenalan, pemeriksaan, dokumentasi, pengawetan, interpretasi, dan analisis barang bukti gigi serta orofasial.

“Pada dasarnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan bukti gigi dan orofasial harus mencakup elemen-elemen tersebut dalam pekerjaan kami. Setelah itu, kami harus menyampaikan opini kami,” jelasnya.

Pemaparan materi dari Dr.Rabi'ah Al-Adawiyah Rahmat (Foto: Tangkapan layar Zoom Meeting)
Pemaparan materi dari Dr.Rabi’ah Al-Adawiyah Rahmat (Foto: Tangkapan layar Zoom Meeting)

Rabiah menekankan bahwa penyampaian opini merupakan tahap akhir yang paling penting dalam odontologi forensik. Ia menjelaskan, sebuah opini harus memiliki dasar ilmiah yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman, serta mematuhi lima elemen inti. 

Sebagai contoh, ia berbagi pengalamannya baru-baru ini saat memberikan pernyataan saksi ahli di pengadilan. Ia mengatakan bahwa pengacara akan memeriksa laporannya dengan cermat, kata per kata, untuk memastikan bahwa laporan tersebut berdasarkan pada bukti yang sah.

“Para profesional forensik juga harus tetap tidak memihak dan menghindari keterlibatan emosional meskipun dalam kasus-kasus yang sulit. Pendapat harus tetap berada dalam keahlian mereka, dan keterbatasan dalam teknik mereka harus terakui,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Rabiah mengungkapkan betapa pentingnya menganalisis cedera. Terutama bekas gigitan. Ia menegaskan bahwa penilaian awal dari setiap cedera harus berhati-hati, dengan fokus pada analisis yang objektif sebelum membuat kesimpulan yang pasti.

“Jadi, ketika mempertimbangkan bekas gigitan, ahli odontologi forensik harus terlebih dahulu menentukan apakah bekas gigitan tersebut berasal dari manusia atau hewan. Lalu, kami juga akan mengevaluasi lokasi, usia, dan jenis cedera. Hal ini membutuhkan dokumentasi yang ekstensif, termasuk foto, rontgen, dan kemungkinan sampel DNA jika ada air liur,” jelasnya.

Rabiah juga menyoroti kontroversi seputar analisis bekas gigitan. Terutama karena tingginya tingkat kesalahan vonis di Amerika Serikat. Sebanyak 50 persen dari 63 persen kasus yang terbebaskan melibatkan kesalahan dalam pendapat ahli forensik dalam menangani bekas gigitan.

Oleh karena itu, Rabiah menekankan betapa krusialnya pemeriksaan silang terhadap semua bukti, terutama dalam kasus-kasus yang rumit. “Karena kesalahan interpretasi dalam analisis tanda gigitan atau patologi ini yang dapat menyebabkan konsekuensi yang signifikan dalam kasus-kasus forensik,” pungkasnya. 

Penulis: Nadia Azahrah Putri

Editor: Yulia Rohmawati