Universitas Airlangga Official Website

Strategi Pemertahanan Seni dan Warisan Budaya Indonesia Jadi Ulasan Roundtable ICAS

Marieke Bloembergen, Hilmar Farid, dan Matthew Cohen menyampaikan pandangannya terhadap strategi kebudayaan Indonesia (Foto: Istimewa)
Marieke Bloembergen, Hilmar Farid, dan Matthew Cohen menyampaikan pandangannya terhadap strategi kebudayaan Indonesia (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Roundtable kembali digelar pada hari kedua perhelatan The 13th International Convention of Asian Scholars (ICAS). Tantangan dan kontribusi strategi kebudayaan Indonesia menjadi pembahasan utama dalam tema yang dibawakan yaitu “Using the Arts, Media, and Culture: Contestations and Collaboration”. Roundtable ini berlangsung di Majapahit Hall, ASEEC Tower, Kampus Dharmawangsa – B Universitas Airlangga (UNAIR) Majapahit Hall pada Senin (29/7/2024). 

Ardian Perkasa menjadi pemantik dalam roundtable bersama Direktur Jenderal Kebudayaan Indonesia Hilmar Farid. Selain itu, ada dua peserta lainnya yakni Marieke Bloembergen dan Matthew Cohen. Hilmar mengungkapkan bahwa cara yang paling tepat untuk memulai pembahasan mengenai kebudayaan adalah tidak dengan mempertanyakan mengenai apa itu kebudayaan.

“Menurut saya untuk memulai ini yang paling baik bukan mendebatkan tentang apa itu kebudayaan dan sebagainya. Akan tetapi tentang bagaimana pemerintah dan semua pihak yang terlibat mengelola aset budaya dan para praktisinya,” jelasnya 

Menurutnya, pemerintah harus membuat sebuah kebijakan yang dapat mendukung para praktisi budaya dan para seniman. “Jadi, ini tidak benar-benar mengatur tapi memberikan dukungan bagi para praktisi budaya, artis, seniman dan lainnya. Sehingga mereka bisa melakukan pekerjaan yang sebenarnya,” imbuhnya. 

Dalam pernyataannya, Matthew mengungkapkan kekagumannya terhadap inovasi pengelolaan seni dan budaya yang ada di Indonesia. “Saya hanya ingin menggarisbawahi betapa inovatifnya pengelolaan kebudayaan kita. Di mana tidak hanya persoalan menjaga seni dan budaya. Akan tetapi juga memastikan bahwa seni dan budaya tersebut akan terus relevan untuk masa depan sebuah bangsa,” ungkapnya. 

Ia menambahkan, seni memang tidak dapat dinilai sebagai sebuah alat pembangunan semata. Seni dan budaya dapat dilihat sebagai sesuatu yang memiliki manfaat lebih besar. “Ketika memikirkan mengenai internasionalisasi, bagaimana memikirkan seni Indonesia tidak hanya sebagai penarik investasi pariwisata dan bisnis, tapi juga membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik,” imbuhnya.

Senada dengan Matthew, Marieke mengungkapkan kegembiraannya karena dapat melihat dan meneliti secara langsung mengenai sejarah dan warisan budaya Indonesia. “Saya berhutang budi karena dapat melakukan penelitian di Indonesia. Saya dapat mempelajari sejarah dan warisan budaya jadi saya pikir kita sudah bisa melihat bagaimana seluruh gagasan tentang sejarah dan warisan budaya terbuka,” ungkapnya. 

Marieke berkomitmen bahwa nantinya sebagai sebuah institusi akan melakukan kontribusi secara maksimal demi mewujudkan strategi kebudayaan ini. “Kami menyadari bahwa kami sebagai institusi akan terus mengelola dan memfasilitasi untuk terus berkontribusi demi mewujudkan hal ini tentu saja,” ujarnya. 

Penulis: Mohammad Adif Albarado

Editor: Yulia Rohmawati