Universitas Airlangga Official Website

Strategi Politik Kefiguran Menuju Pemilu 2024

Dokumentasi saat paslon capres dan cawapres usai mengambil nomor urut pilpres 2024 pada Selasa (14/11/2023). (Sumber: Antaranews.com)

UNAIR NEWS – Pemilihan umum (pemilu) mendatang, khususnya pemilihan presiden (pilpres) 2024, membuka ruang diskusi tentang strategi politik yang calon presiden dan calon wakil presiden ambil. Dalam wawancara eksklusif TIM UNAIR NEWS pada Kamis (06/12/2023) dengan Dr Suko Widodo Drs M Si, dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan pandangannya mengenai politik kefiguran. 

Karakteristik Pemilih

Suko sapaan akrab dari Dr Suko Widodo Drs M Si, menyoroti paradoks dalam pola pikir masyarakat. Di mana mayoritas penduduk masih berada di tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD)-Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pihaknya juga menggambarkan kesenjangan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan pemahaman politik.

“Masyarakat Indonesia lebih banyak menangkap hal yang ada pada permukaan dan tidak mudah untuk mengobrol soal visi,” jelasnya.

Selanjutnya, Suko menjelaskan bahwa komunikasi politik bukan merupakan hal yang instan. Saat ini calon pemimpin dihadapkan dengan durasi kampanye pendek. Sehingga perlu strategi marketing politik yang “pas” untuk mendulang suara saat pemilu. Pentingnya keterlibatan langsung dan identifikasi antara calon pemimpin dan pemilih melalui strategi pemasaran politik.

Suko menilai upaya personal brand transformation para calon pemimpin untuk membangun hubungan dekat dengan sejumlah kelompok masyarakat. Beberapa label baru yang muncul seperti pangeran bersarung yang berkaitkan dengan Anies Baswedan, catlovers oleh Prabowo Subianto, dan fans rock n roll yang juga erat dengan Ganjar Pranowo.

“Dengan menggunakan simbolisme yang mudah diingat, para calon menciptakan narasi dan identifikasi yang kuat dengan berbagai segmen pemilih,” tuturnya. 

Lebih lanjut dalam konteks media digital, Suko menekankan peran penting komunikasi media digital sebagai alat perluasan distribusi informasi. Konsekuensi adaptasi strategi politik, dengan trend gimmick dan perilaku atraktif menuju pemilu 2024. Pemilihan simbol-simbol sederhana menjadi strategi efektif dalam mengkomunikasikan pesan politik dan menarik perhatian melalui media digital.

Suko menjelaskan, figur adalah hasil dari usaha dan konstruktif dari yang dibangun. Jika tidak bisa meneruskan reputasi itu, ekspektasi masyarakat akan menurun. Kefiguran harus bersifat konsisten selama kampanye dan selama menjabat. Tentunya publik akan kecewa jika figur yang dipilih, gagal meneruskan citra tersebut.

“Sah-sah saja mengandalkan figur dalam kampanye. Terpenting adalah cara tanggung jawab. mempertahankan setelah menjabat nantinya,” pungkasnya.  

Penulis: Satriyani Dewi Astuti

Editor: Nuri Hermawan