Universitas Airlangga Official Website

Tahun Baru Hijriah, Dosen UNAIR Ulas Sejarah dan Semangat Hijrah

Foto by iStockphoto

UNAIR NEWS – Tahun baru hijriah yang umat muslim peringati pada 1 Muharram menjadi kesakralan tersendiri. Bukan hanya sekadar penambahan angka menjadi 1445 H pada tahun baru ini, perayaan hijriah ternyata kaya akan peristiwa bersejarah dan perjalanan yang menarik.

Kepada UNAIR NEWS (19/7/2023), Dosen Agama Islam Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Irham Zaki SAg MEI, menuturkan bahwa peringatan tahun baru hijriah memiliki latar belakang tersendiri. Tentunya akan memperlihatkan bagaimana kalender ini menjadi bagian penting dari budaya dan kehidupan umat muslim di seluruh dunia.

“Bermula dari kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang menerima surat dari salah satu gubernur, dan surat itu tidak tercantum tahunnya. Jadi, memang tradisi di sana itu surat hanya tercantum tanggal dan bulan, tahun tidak ada,” ucapnya.

Dari sana, jelasnya, terjadi musyawarah mengenai tanggal surat menyurat karena pengarsipan surat yang tidak rapi akibat tidak adanya tahun tercantum. Akhirnya, musyawarah menyepakati penulisan tahun. Namun, perdebatan terjadi kembali tentang apa landasan untuk menghitung tahun pertama. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib mengusulkan peristiwa hijrahnya rasul sebagai patokan tahun baru, dan usulan tersebut disetujui.

Perdebatan kembali berlanjut tentang bulan pertama dalam kalender hijriah. Padahal, hijrah nabi berlangsung pada bulan Rabi’ul Awal. Akan tetapi, Khalifah Umar bersama para sahabat menyepakati Muharram sebagai bulan pertama karena disaat itu para sahabat memulai hijrah secara kecil-kecilan. Akhirnya, Hijrahnya Nabi sebagai patokan tahun dan permulaan hijrah sahabat sebagi patokan bulan.

“Dalam Al-Quran, Allah banyak bersumpah dengan waktu. Ajaran itu menunjukan islam sangat menghargai waktu. Artinya, dengan datangnya tahun baru islam, jatah waktu dan umur kita semakin berkurang,” jelasnya.

Semangat Hijrah

Ia pun menerangkan bahwa semangat hijrah Nabi Muhammad dan para sahabat harus terpatri dalam diri seorang muslim. Selain itu, momen tahun baru ini juga dapat dijadikan sebagai proses bermuhasabah atau intropeksi diri atas kegiatan yang dilakukan setahun kebelakang dan apa yang akan dilakukan kedepan.

“Biasanya anak muda itu bicara tentang resolusi di awal tahun, tapi itu tahun masehi ya. Boleh kalau  kita punya keinginan dan harapan. Tapi yang tidak kalah penting adalah resolusi akan makna kehidupan kita,” tutupnya. (*)

Penulis: Afrizal Naufal Ghani

Editor: Nuri Hermawan