UNAIR NEWS – Kudis atau scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tanda dan gejala yang terjadi jika terinfeksi tungau itu akan merasa gatal pada kulitnya. Tentu hal itu dapat mengganggu kenyamanan.
Tak hanya manusia, scabies ternyata juga dapat menyerang hewan. Scabies bisa dijumpai di berbagai jenis hewan seperti ternak kambing, babi, sapi, kerbau, kelinci, dan hewan peliharaan yaitu anjing, kucing, musang, serta hewan liar lainnya. “Scabies merupakan penyakit menular khususnya pada hewan ternak. Scabies menyerang hewan muda stres, malnutrisi, immunocompromised, overcrowding, rendahnya higienitas serta sosial ekonomi rendah,” terang Prof Dr Poedji Hastutiek drh MSi Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR).
Hewan yang mengalami scabies selain akan merasa gatal, dapat mengakibatkan luka pada kulit sehingga bulu hewan menjadi rontok dan sulit disembuhkan. “Scabies mudah ditemukan di negara beriklim tropis dan padat penduduk seperti di Indonesia,” katanya.
Pengobatan Scabies pada Hewan
Pengobatan scabies pada hewan dapat dilakukan dengan memberikan suntikan berupa ivermectin. Kendati demikian obat ini mahal, sulit ditemukan, tidak cocok untuk pencegahan dan pengobatan massal, hingga dapat berpotensi mengakibatkan resistensi terhadap obat.
“Penggunaan ivermectin kurang efisien jika diberikan pada hewan ternak dalam jumlah besar. Sementara resistensi dapat menyebabkan kegagalan pada pengobatan, sehingga peternak harus mengeluarkan biaya yang lebih besar,” ungkapnya.
Selain itu, penggunaan ivermectin yang tidak tepat juga dapat meninggalkan zat sisa pada daging dan susu. Hal itu akan membahayakan manusia apabila mengonsumsinya,” tambahnya.
Obat Scabies Ramah Lingkungan
Melihat fenomena tersebut, guru besar yang dilantik pada Kamis (2/3/2023) tersebut meneliti potensi bahan alami yang dapat digunakan sebagai obat scabies. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa ternyata tanaman Permot atau Passiflora foetida Linn yang merupakan tanaman liar memiliki potensi untuk dijadikan sebagai obat scabies.
Setelah diteliti, ternyata ekstrak daun Permot mengandung senyawa metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. “Ketiga senyawa ini dapat membunuh tungau serta dapat mempengaruhi penyembuhan kulit yang bekerja dengan merangsang pembentukan sel-sel baru,” jelasnya.
Pada akhir orasinya, Prof Poedji menegaskan bahwa ekstrak daun Permot berpotensi untuk dikembangkan menjadi bioakarisida scabies yang ramah lingkungan. Namun penelitian lebih lanjut mengenai bentuk sediaan dan pemanfaatan teknologi nanopartikel serta uji klinis sangat diperlukan.
“Ekstrak daun Permot dapat dikembangkan menjadi bioakarisida untuk scabies yang ramah lingkungan. Sehingga hal ini dapat memberikan manfaat untuk kesehatan ternak dan memaksimalkan pendapatan peternak,” pungkasnya.
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Khefti Al Mawalia