UNAIR NEWS – Mendekati tahun politik 2024, isu pembicaraan mengenai pencalonan presiden tidak pernah habis. Kini, masyarakat kembali dihebohkan dengan pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), Luhut Binsar Panjaitan. Dalam paparannya, ia menyampaikan secara eksplisit bahwa sangat sulit bagi minoritas menjadi presiden di Indonesia, salah satunya apabila bukan berasal dari suku Jawa.
Kepada UNAIR NEWS, pengamat politik Universitas Airlangga (UNAIR), Ali Shahab SIP MSi, menuturkan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi. Namun, baginya, kejadian tersebut bukan saja sekadar permasalahan etnis, melainkan jumlah masyarakat suku jawa yang memang menjadi mayoritas di Indonesia. Sebelumnya, Menko Luhut menyampaikan hal tersebut pada kanal YouTube RGTV milik pengamat politik, Rocky Gerung.
“Orang jawa sebagai mayoritas memang implikasinya banyak yang masuk pemerintahan. Sehingga kadang nilai-nilai falsafah jawa juga mempengaruhi corak pemerintahan,” ungkapnya pada Senin (3/10/2022).
Mengenai falsafah, ia teringat dengan ujaran mengenai dilarangnya matahari kembar dalam sebuah pemerintahan yang santer terdengar ketika orde baru berkuasa. Menurutnya, secara tidak langsung, Soeharto mengatakan bahwa tidak boleh ada pemimpin selain Soeharto.
Namun, walaupun suku jawa memiliki pengaruh yang cukup besar dalam peta perpolitikan tanah air, hal tersebut bukan berarti suku tersebut memiliki hierarki yang lebih baik atau superior dari suku lainnya. Dengan kebhinekaan yang terjadi di Indonesia, tentunya setiap masyarakat memiliki karakteristiknya masing-masing.
“Dalam konteks elektoral artinya mengumpulnya pemilih di Jawa tidak ada kaitannya dengan etnis. Saya kira itu dalam konteks elektoral jangan dikaitkan dengan etnosentrisme,” tambanya.
Dalam sejarahnya, Indonesia memang telah dipimpin oleh enam presiden yang berasal dari suku jawa dan hanya satu orang yang berasal dari luar suku jawa, yaitu B.J. Habibie. Selain itu, sebagai suku dengan populasi terbesar di Indonesia, suku jawa mewakili lebih dari 40 persen penduduk Indonesia.
“Kalau kita memaknai dalam konteks pemilu justru orang luar jawa harus bisa berkompetisi untuk membuktikan bahwa luar jawa juga layak jadi presiden. Hendaknya jangan salah mengarikan etnisitas dalam konteks elektoral. Pernyataan Pak Luhut lebih karena elektoral bukan terkait etnosentrisme,” tutupnya.
Penulis: Afrizal Naufal Ghani
Editor: Nuri Hermawan