UNAIR NEWS – Pasien batu ginjal tidak perlu lagi membayangkan ngerinya berbaring di meja operasi. Karena dalam kategori kasus yang cukup ringan, metode pengangkatan batu ginjal tidak lagi harus melalui tindakan pembedahan, melainkan dengan cara menembakkan gelombang kejut tepat pada sasaran batu.
Metode terbaru memusnahkan batu ginjal ini bernama Extra Corpored Shock Wave Lithotripsi (ESWL). ESWL merupakan salah satu bentuk terapi penghancur batu ginjal yang terbilang efektif dan invasif minimal. Karena tanpa harus operasi, batu ginjal dapat dihancurkan dengan gelombang kejut (Shock wave) berupa gelombang suara yang dihasilkan oleh alat tersebut.
Terapi ESWL sudah tersedia di sejumlah rumah sakit besar di Indonesia, termasuk di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Prof.Dr. Soetojo, dr., SpU(K) adalah salah satu dokter ahli Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo yang biasa mengoperasikan alat ESWL ini untuk menangani para pasiennya.
Dalam prosesnya, pasien terapi ESWL tidak perlu dibius, hanya cukup diberi obat penangkal nyeri. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Sementara dari ruangan yang terpisah, sang operator yang tak lain adalah dokter urologi mengoperasikan alat tersebut.
“Begitu diketahui lokasi batu ginjal, dokter akan mengoperasikan ESWL yang berada di luar ruangan terapi. Secara sistematis alat ini akan bergerak menyasar sesuai dengan posisi batu. Setelah terapi, pasien tidak perlu rawat inap dan bisa langsung pulang,” jelasnya.
Meski tampaknya sederhana, pasien terapi ESWL tetap harus melalui tahap kualifikasi hingga pasien dinyatakan siap menjalani ESWL. Soetojo menekankan, ESWL hanya mampu menghancurkan batu ginjal berukuran 0,5 cm ke bawah. Selain itu, harus di pastikan pula kondisi pasien.
Kondisi saluran di bawah batu ginjal harus lancar agar pada saat batu tersebut hancur, dapat langsung larut dan keluar bersama urine. “Harus dipastikan ukuran batu tidak terlalu besar, tidak ada penyempitan saluran di ureter, serta tidak terjadi obsorsi atau pembuntuan saluran akibat batu lain. Sehingga diharapkan sekali tembak bisa langsung hancur, ” ungkapnya.
Sementara untuk batu berukuran lebih dari 0,5 cm, Guru Besar Ilmu Urologi FK UNAIR ini menyarankan agar sebaiknya dilakukan operasi. Kalaupun harus melalui terapi ESWL, maka perlu dilakukan terapi berulangkali. Dengan mempertimbangkan aspek jenis ,tekstur, ukuran serta letak batu ginjal yang akan dihancurkan.
Pada umumnya, ESWL digunakan bila batu diperkirakan dapat dipecah dalam 1-2 kali sesi penembakan.
Menurutnya, efek mikrojet yang ditimbulkan pasca terapi ESWL tidak menimbulkan resiko atau komplikasi yang parah. “Pasien tidak perlu takut dengan dampak yang terjadi pasca terapi. Tidak akan menimbulkan tepis iris maupun keloid, adapun efeknya akan pulih dalam beberapa minggu, ” ungkapnya.
Meskipun telah diterapi, pasien disarankan untuk tetap menjalani kontrol secara rutin untuk memastikan apakah batu-batu tersebut benar-benar sudah hilang sepenuhnya atau masih ada yang tersisa. Jika masih tersisa maka perlu dilakukan terapi ulang.
“Jika diketahui terdapat bagian batu yang hancur namun tidak bisa keluar bersama urin dan menyebabkan terjadinya penyumbatan di saluran ureter, maka perlu segera dilakukan Operasi Ureterorenoscopy (URS),” ungkapnya.
Biaya terapi ESWL ini relatif lebih ringan dibanding harus dengan operasi. Biaya terapi ESWL diperkirakan di bawah sepuluh juta sekali terapi, sementara biaya operasi berkisar belasan hingga puluhan juta Rupiah sekali operasi.
Menurutnya, penyakit batu ginjal memerlukan perhatian khusus. Tidak saja untuk penderita, tapi diperlukan pula kewaspadaan dari masyarakat. Soetojo menduga perubahan gaya hidup dan pola makan, seperti kurang minum, kurang olahraga, terlalu lama duduk, menjadi faktor pemicu terbesar meningkatnya kasus batu ginjal di Indonesia. Seperti halnya penyakit menahun lainnya, adanya gumpalan batu pada ginjal seringkali tidak menimbulkan gejala khas.
“Nyeri, serta pegal linu di sekitar pinggang disertai berkemih kemerahan atau keluarnya batu atau butiran pasir bersama urin merupakan keluhan yang banyak dijumpai, namun sayangnya seringkali tidak dikenali. Dan umumnya penyakit ini lebih menyerang kaum pria daripada wanita,” ungkapnya.
Seperti halnya orang bijak yang mengatakan, lebih baik mencegah ketimbang mengobati. Soetojo pun berpesan, agar masyarakat senantiasa menjaga pola hidup ke arah yang lebih sehat. Jangan lupa berolah raga, perbanyak aktivitas gerak walaupun di kantor seharian, dan perbanyak minum air putih.
Tampaknya sederhana, namun dampak nya akan sangat luar biasa bagi kesehatan. Mampukah kita konsisten melakukannya?
Penulis: Sefya Hayu
Editor: Nuri Hermawan