n

Universitas Airlangga Official Website

Inilah Tantangan Perempuan Saat Ini

tantangan perempuan
Guru Besar bidang Sosiologi Gender FISIP UNAIR, Prof. Dr. Emy Susanti, MA. (Foto: Dilan Salsabila)

UNAIR NEWS – Guru Besar bidang Sosiologi Gender Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Prof. Dr. Emy Susanti, MA., mengungkapkan, tantangan nomor satu yang dihadapi kaum perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Yakni, tak ada yang mengenali apa yang dikerjakan dan yang dipikirkan seorang perempuan.

“Perempuan itu seolah-olah dianggap gak ngerti gimana caranya ndidik (tidak mengetahui cara mendidik) anak. Itu salah besar,” tegas Emy. “Seng ngajari anake ngaji sopo, seng ngajari  (siapa yang mengajari anaknya mengaji, siapa yang mengajari) bicara sopo, kan ibu. Nah jadi itulah mengapa perempuan harus dikenali,” imbuhnya.

Anggapan bahwa perempuan kurang dikenali telah dibuktikan sendiri oleh Emy. Ketika ia melakukan penelitian untuk disertasinya tahun 2003 lalu di Sulawesi. “Para ibu di sana itu makan sehari cuma dua kali. Saya tanya kenapa, mereka jawab, ‘tidak apa-apa saya memang tidak lapar, anak saya juga butuh untuk sekolah’. Bayangkan, padahal mereka juga bekerja. Maka itu harus dikenali, setelah itu harus diberdayakan,” ujar pengajar mata kuliah Perspektif Isu dan Gender.

Sunat Perempuan

Terkait penelitian terkini, Emy mengatakan, pihaknya tengah melakukan penelitian tentang sunat perempuan. Tercatat, data sunat perempuan di Indonesia dianggap termasuk besar. Repotnya, sunat perempuan di Indonesia yang diketahui oleh dunia dikategorikan sebagai female genital mutilation (FGM), layaknya di Afrika. Pasalnya, di Afrika, perempuan akan dikhitan jika memiliki penyakit yang menjangkiti.

“Inilah akhirnya kementerian memberikan tugas kepada Pusat Studi Gender, salah satunya UNAIR, untuk meneliti sunat terhadap perempuan,” jelas Ketua Umum Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak se-Indonesia tersebut.

Temuan dalam penelitian tersebut adalah konsep sunat di Indonesia berbeda dengan di Afrika. Secara teknis, konsep sunat perempuan di Indonesia hanya “menggores”. Kendati demikian, Emy mengaku terkejut dengan beberapa temuan lainnya, yaitu makna dibalik sunat perempuan. Banyak orang tua yang memberi anggapan dan makna yang nyeleneh terhadap sunat perempuan, salah satunya untuk mengendalikan berahi perempuan.

“Untuk menghilangkan makna yang diberi oleh mereka kan susah. Kita harus tunjukkan data penelitian kita. Sampai akhirnya, bidan-bidan kita itu kalau ada tugas menangani ibu melahirkan, itu bayi perempuannya dibilang sudah disunat, padahal tidak diapa-apakan,” tandasnya.

“Nah, kalau gak diteliti ya kita gak tahu, kalau ternyata ada makna-makna yang gak masuk akal itu. Masa iya, sunat ada hubunganya dengan berahi, lucu sekali,” tambahnya.

Setelah melakukan penelitian tersebut, data temuan akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia untuk dilaporkan langsung kepada PBB, sekaligus menyatakan bahwa kasus sunat perempuan di Indonesia berbeda dengan Afrika.

“Tapi yang harus dihilangkan adalah apa yang mereka maknai tentang hal ini. Kalau untuk menghilangkan berahi, itu kan salah. Jadi, sunat perempuan itu dihilangkan bukan karena bahaya, tapi untuk menghilangkan ideologi yang mendasari,” terang Ketua Umum Aliansi Perempuan Indonesia- Membangun Bangsa tersebut.

Penulis: Dilan Salsabila

Editor: Defrina Sukma S