UNAIR NEWS – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) sukses menyelenggarakan tausiah di bulan Ramadan 1443 H. Kali ini mengundang Drs Ec Suherman Rosyidi MCom sebagai penceramah. Acara ini mengusung ‘Harta dan Anak’ sebagai topik utama.
Untuk menjangkau lebih banyak penonton, tausiah diadakan secara hybrid dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Pasca sambutan oleh Dr Wisnu Wibowo SE MSi, acara dilanjutkan dengan pelantunan ayat suci Al-Quran oleh perwakilan mahasiswa.
“Saya bersyukur karena sudah hampir tiga tahun tidak bisa seperti ini. Di akhir Ramadan ini, hendaknya kita menambah kebaikan,” tutur Suherman.
Pakar ekonomi UNAIR tersebut menyorot bagaimana kepentingan harta sekarang makin marak pada generasi muda. Padahal, harta duniawi rentan menjadi fitnah bagi individu. Dengan mengutip surat QS. Al-Kahf: 46, Suherman menegaskan bahwa amalan baik sifatnya lebih kekal dan lebih baik di sisi-Nya.
Materi-materi yang menunjukkan kekayaan, tambahnya, tidak memiliki efek apapun di akhirat. Justru harta yang termasuk juga anak-anak hendaknya digunakan untuk al-baqiyatus shalihat atau amalan yang kekal hingga akhir hayat.
Dalam QS Asy-Syu’ara: 88-89, Suherman menjelaskan bahwa suatu hari nanti harta dan anak-anak tidak akan berguna. Yang beruntung adalah mereka yang menghadap Tuhan dengan hati yang bersih.
Drs Ec Suherman Rosyidi M Com dalam menjelaskan topik tausiyah fitnah harta. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Ustaz yang juga penulis buku tersebut mengingatkan bahwa harta dan materi adalah ujian bagi manusia. Hal ini tercantum juga pada QS. Al-Anfal: 28. Jangan sampai harta dan anak-anak membuat manusia lalai dari mengingat akan kematian dan Tuhan.
“Ketika mencari dan mengeluarkan harta, dipikirkan dulu itu haram nggak? Menyakiti orang nggak? Bermanfaat nggak?,” tanya Suherman retoris.
Harta yang diberikan kepada manusia, tambahnya, bisa menjadi mudharat akibat beberapa hal. Pertama, apabila manusia hanya memperhatikan jumlah daripada manfaat dari harta itu sendiri. Harta seharusnya dapat memberikan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Kedua, kata Suherman harta akan memberikan keburukan apabila dijadikan tolok ukur keberhasilan manusia. Kekayaan tidaklah menentukan kebaikan seseorang. Masalahnya, seringkali perlakuan terhadap seseorang banyak ditentukan dari penampilan kekayaannya.
“Segala sesuatu sekarang dijalankan demi harta,” ujar dosen senior Ekonomi Islam tersebut.
Apabila harta dijadikan alasan perbuatan maksiat, berarti harta sudah dijadikan majikan. Kebanyakan umat Islam masa kini juga berfokus ke pragmatisme duniawi. Hal itu berarti harta yang dimiliki membuat manusia lebih puas dengan ibadah yang sedikit.
Suherman kemudian menutup dengan perhatian terhadap perilaku istidraj. Yaitu perilaku yang sewenang-wenang dan senang bermusuhan akibat jumlah harta yang dimiliki. Konteks harta di sini juga termasuk pula keturunan atau anak-anak.
“Saya juga ceramah ke diri sendiri. Kita semua berada pada posisi tanda tanya diuji, diuji dengan harta dan anak. Hanya satu yang harus kita lakukan, yaitu lulus dari ujian itu,” tutupnya. (*)
Penulis: Deanita Nurkhalisa
Editor: Binti Q. Masruroh