UNAIR NEWS – Fenomena pencurian kayu jati atau curyuti oleh jaringan sosial tertentu yang terjadi di Tuban menjadi suatu persoalan sosial yang menarik untuk dikaji secara mendalam. Pencurian yang terjadi tersebut ternyata dilakukan secara sistematis dan rapi.
Hal itu disampaikan oleh dosen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Drs. H. Moh. Adib, MA, dalam disertasinya. Disertasi berjudul “Sedhakep Angawe-Awe: Kajian Jaringan Sosial Pencurian Kayu Jati di Perhutani, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur”, berhasil dipertahankan oleh Adib di hadapan para penguji, Jumat (2/9), di Aula Adi Sukadana.
Kesembilan penguji itu adalah Prof. Dr. Kacung Marijan, MA., Prof. Dr. Mustain, M.Si., Prof. Heddy Ahimsa-Putra, M.A., Ph.D., (antropolog Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Budi Prasetyo, M.Si., Dr. Suparto Wijoyo, Prof. Dr. Soetojo, dr. Sp.U., Prof. Dr. Djoko Mursinto, Drs.Ec., M.Ec. Selain itu, hadir pula sebagai penguji akademik Ir. H. Yahya Amin, MP., (Sekretaris Divisi Regional Perhutani Jawa Timur), dan Dr. Ir. H. Mustoha Iskandar, M.Sc, Ketua Dewan Pengawan Perum Perhutani.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., melalui karangan bunga dan pesan pendek turut memberikan ucapan selamat kepada Adib. “Sukses dan selamat, ya, atas capaian gelar akademik tertinggi, ” tutur Siti dalam pesan singkatnya kepada doktor yang ke-182 FISIP UNAIR.
Penelitian tersebut secara spesifik mengacu pada tiga wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) di Tuban, yakni KPH Tuban, KPH Parengan dan KPH Jatirogo. Dalam disertasinya, Adib menemukan beberapa poin menarik terkait fenomena curyuti di Kabupaten Tuban, yakni (1) Curyuti yang dilakukan oleh para aktornya pada dekade 2010-an merupakan bagian warisan aksi-aksi serupa pada tiga dekade sebelumnya; (2) Asal usul curyuti itu dimotori oleh aktor dari dalam petugas lapangan dari Perum Perhutani yang disebut sebagai madun yang berkolaborasi dengan aparat keamanan yang dilaksanakan dengan pola budaya jaringan sosial “sedhakep angawe-awe (SAA”).
Poin berikutnya adalah (3) para aktor dalam jaringan sosial curyuti adalah oknum dari warga masyarakat, aparat keamanan, kepolisian, pegawai Perhutani, dan pengusaha industri pengolahan kayu; (4) para aktor Curyuti telah memanfaatkan jaringan sosial bermuatan pertemanan (friendship), kekerabatan (kinship), gabungan antara pertemanan dan kekerabatan, kepentingan (interestship), dan kekuasaan (powership); (5) curyuti telah dilakukan bersama dalam relasi sosial yang terhubung dalam keterlekatan (embeddedness) relasional dan struktural, transaksional, dan klientelisme.
“Penelitian Pak Adib ini berani mengungkap fenomena pencurian kayi jati di Tuban, semoga penemuan ini dapat menjadi rujukan dan solusi atas permasalahan sosial yang terjadi,” ujar Soeparto, salah satu penguji. Penelitan ini juga secara keseluruhan dinilai baik oleh penguji dan mendapat nilai yang memuaskan. (*)
Penulis: Ahalla Tsauro
Editor: Defrina Sukma S