Perdagangan bebas yang di gagas Amerika Serikat menjadi senjatanya dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Negeri Paman Sam ini sering menuntut negara lain untuk membuka pasar bagi produk-produk dan jasa buatan Amerika Serikat atas nama prinsip perdagangan bebas itu. Namun kalau menyangkut pesaingnya atau competitor dagang (dan politik), maka Amerika Serikat nampaknya tidak mengindahkan prinsip perdagangan bebas itu.
Seperti diketahui Amerika Serikat pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2024 mengadakan sidang untuk meloloskan langkah yang dapat mengarah pada penjualan paksa atau larangan aplikasi berbagi video TikTok di Amerika Serikat, di tengah kekhawatiran bahwa platform milik China dapat digunakan untuk memantau dan memanipulasi orang Amerika.
Aplikasi TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS atau sekitar 51% dari jumlah penduduknya yang berjumlah 331,9 juta (data tahun 2021) dikhawatirkan akan meluaskan pengaruh China di Amerika Serikat, terutama di tahun pemilihan presiden tahun 2024 ini. Larangan nasional, jika diberlakukan, dapat menimbulkan ancaman eksistensial bagi salah satu perusahaan internet paling sukses di China itu.
Keputusan Dewan tadi akan diteruskan ke Senat dan akan ditandatangani Presiden Joe Biden yang kemudian akan menjadi undang-undang jika lolos Kongres.
“Komunis China adalah musuh geopolitik terbesar Amerika dan menggunakan teknologi untuk secara aktif merusak ekonomi dan keamanan Amerika,” kata Ketua DPR Mike Johnson, dari partai Republik. Dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara, memperingatkan bahwa TikTok dapat digunakan untuk mengakses data Amerika dan menyebarkan informasi “berbahaya”. “Pemungutan suara bipartisan hari ini menunjukkan oposisi Kongres terhadap upaya Komunis China untuk memata-matai dan memanipulasi orang Amerika, dan menandakan tekad kami untuk mencegah musuh-musuh kami.” Kata dia.
Lima puluh Demokrat dan 15 Republik memberikan suara menentang RUU tersebut. Di antara mereka adalah progresif seperti Reps. Pramila Jayapal, D-Wash.; Ro Khanna, D-Calif.; dan Ruben Gallego, D-Ariz., seorang kandidat Senat, serta kaum konservatif seperti Rep. Marjorie Taylor Greene, R-Ga., yang menyesalkan bahwa dia sebelumnya telah dilarang dari media sosial.
TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan induk yang berbasis di China, ByteDance, telah melakukan kampanye lobi agresif untuk menentang undang-undang tersebut, dengan alasan bahwa itu akan melanggar hak Amandemen Pertama dari 170 juta penggunanya di AS dan membahayakan ribuan usaha kecil yang bergantung padanya.
Sebelumnya pada April 2023, setidaknya 34 (dari 50) negara bagian telah mengumumkan atau memberlakukan larangan terhadap lembaga pemerintah negara bagian, karyawan, dan kontraktor yang menggunakan TikTok pada perangkat yang dikeluarkan pemerintah. Larangan negara hanya memengaruhi pegawai pemerintah dan tidak melarang warga sipil memiliki atau menggunakan aplikasi di perangkat pribadi mereka.
Pemilik perusahaan perawatan kulit bernama Love and Pebble pengguna Tik Tok, ikut memprotes sidang di luar gedung DPR Hill pada hari Selasa, dengan pesan untuk anggota DPR: “Anda akan menghancurkan bisnis kecil seperti kami; Ini adalah mata pencaharian kami. Kami telah menciptakan kesuksesan.” Dia mengatakan bisnis mereka hampir ditutup tahun lalu sampai TikTok Shop datang dan “benar-benar meledakkan bisnis kami.” Sekarang 90% bisnis mereka berasal dari aplikasi, katanya. “Jika Anda meloloskan RUU ini,” kata Tran, “Anda akan menghancurkan impian Amerika yang benar-benar kami yakini.”