Universitas Airlangga Official Website

Tim Pakar Jendral Diksi Bekali Vokasi UNAIR Kelola AWC

Tim Pakar Dirut Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Agus Nugroho ST MT Hadir dalam Peresmian AWC pada Rabu (13/12/2023) (Foto: PKIP)

UNAIR NEWS – Tim Pakar Dirut Jenderal Pendidikan Vokasi Agus Nugroho ST MT kunjungi Fakultas Vokasi UNAIR pada Rabu (13/12/2023). Ia hadir dalam peresmian Teaching Factory Airlangga Wellness Center (AWC) dan memberikan bekal pengelolaan AWC tersebut.

Ia sebagai orang yang turut andil dalam membangun pendidikan vokasi hingga saat ini masih mengalami kesulitan. Kesulitan itu berdasar pada minat masyarakat pada gelar. Hasilnya, pendidikan vokasi acap kali menjadi pilihan terakhir untuk melanjutkan pendidikannya. 

Menurut Agus, rekam jejak vokasi merupakan satu hal yang harus menjadi perhatian penuh pada saat ini. Rekam jejak yang bagus akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat agar tidak lagi menjadikan pendidikan vokasi sebagai tujuan terakhir.

“Vokasi ini kan baru kita bangun sehingga keberadaannya adalah membangun rekam jejak. Apabila rekam jejak kita bagus maka masyarakat akan menerima kita,” ujarnya.

Pemerintah juga telah mendukung pendidikan vokasi agar anggapan tersebut sirna dengan mengadakan berbagai program, salah satunya Competitive Fund. Dengan program itu, pemerintah mendorong vokasi agar melakukan pembelajaran berbasis teaching factory dan dapat melatih keterampilan mahasiswanya.

UNAIR menghadirkan model pembelajaran berbasis teaching factory bernama Airlangga Wellness Center (AWC). Di AWC, mahasiswa vokasi bidang kesehatan dapat belajar di dunia industri karena AWC akan memberi pelayanan secara langsung kepada masyarakat. 

“Anak-anak kita ketika belajar tefa (teaching factory, Red), ini tidak di dalam ruang kelas. Di situ ada etika profesi, misal bagian resepsionis tidak bisa bercanda karena melayani orang lain,” jelasnya.

Dengan model tersebut, mahasiswa akan mendapatkan keterampilan kerja dari pengalamanan mereka selama keterlibatannya di AWC. Berbekal keterampilan itu, tentu kualifikasi mereka akan meningkat dan berdampak pada karier mereka di masa depan.

Di akhir, Agus mengungkap jika peran pihak kampus, utamanya fakultas, turut ambil bagian sebagai penentu tercapainya tujuan tersebut. Menurutnya, salah satu dukungan yang dapat fakultas berikan adalah kurikulum yang fleksibel bagi mahasiswa yang bertugas di AWC.

“Kurikulumnya harus fleksibel. Bayangkan mahasiswa kuliah jam delapan sampai jam sepuluh, tiba-tiba jam sebelas harus pindah mata kuliah yang lain,” terangnya.

Padahal, sambung Agus, keterampilan itu tidak akan bisa teraih hanya dengan satu kali percobaan. Butuh waktu, pengalaman yang berlanjut, serta perlakuan terus menerus hingga keterampilan yang jadi tujuan dapat tercapai.

Selain itu, keterampilan yang mahasiswa dapatkan juga tidak bisa terukur dengan skor angka atau nilai berupa abjad layaknya A, B, atau C. Hasil dari keterlibatan di AWC adalah kompeten dan tidak kompeten. Maka dari itu, ia juga menyarankan agar transkrip nilai yang ada di Vokasi UNAIR bisa turut menyesuaikan.

“Nyuntik, pasang infus, tidak bisa nilainya enam, delapan, A atau B, maknanya apa? Tetapi kalau kompetensi ini seperti ijazah atau sertifikat kompetensi, ada keterangan keterampilan atau tidak, itu lebih berdampak pada keperluan industri di masa yang akan datang,” tutupnya. (*)

Penulis: Muhammad Badrul Anwar

Editor: Nuri Hermawan