UNAIR NEWS – Menumpuknya limbah tulang ikan bandeng di Desa Segoro Tambak, Sidoarjo, menarik perhatian lima mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR). Pasalnya, mereka menyadari bahwa limbah yang selama ini warga buang begitu saja karena mereka anggap tak mempunyai nilai lebih, sebenarnya berpotensi menjadi penyedap rasa alami yang sehat dan ramah lingkungan.
Dari sinilah, lahir sebuah gagasan bertajuk BANDALA: Pemberdayaan Kelompok PKK Kawasan Dadapan Desa Segoro Tambak Melalui Pengolahan Limbah Tulang Ikan Bandeng Menjadi Penyedap Rasa Alami. Salah satu Tim PKM yang mengajukan gagasan tersebut dalam skema Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pemberdayaan Masyarakat 2025 dan berhasil lolos pendanaan dari Kemendikti Saintek.
Tim tersebut terdiri dari Maulya Afifah Zahra (FPK) selaku ketua, Nindi Amalia Putri Abdul Syakur (FKM), Queena Nadira Sam (FKM), Muhammad Naufal Al Hasani (FTMM), dan Adira Acnaya Putri (FPK), di bawah bimbingan Annur Ahadi Abdillah SPi MSi PhD.

Alternatif Pengganti MSG
Alya, sapaan akrabnya, mengungkap bahwa ide BANDALA muncul melalui hasil observasi terhadap permasalahan yang terjadi di kawasan pesisir, salah satunya Desa Segoro Tambak, Sidoarjo. Mereka mendapati bahwa sebagian besar warga belum menyadari bahwa limbah tulang bandeng mengandung kalsium tinggi. Olahan limbah tulang tersebut bisa menjadi bahan pangan yang aman untuk konsumsi harian.
“Di Desa Segoro Tambak banyak warga yang terlibat dalam usaha cabut duri ikan bandeng. Limbah tulangnya dibuang sembarangan dan kadang membahayakan masyarakat sekitar. Kami percaya bahwa solusi terbaik itu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jadi kami benar-benar mencoba memahami konteks di lapangan,” imbuhnya.
Di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap dampak penggunaan monosodium glutamate atau MSG berlebih, BANDALA hadir sebagai alternatif yang lebih alami. Penyedap rasa tersebut berasal dari ekstrak tulang bandeng tanpa tambahan bahan sintetis. Maka dari itu lebih aman daripada penyedap rasa yang beredar di pasaran.
“Kita tahu sendiri, MSG di masyarakat itu kesannya buruk, seperti bikin kurang pintar, bikin sakit, dan semacamnya. Karena itu, kami ingin BANDALA jadi pilihan baru yang lebih alami dan sehat. Kami ingin menanamkan bahwa penyedap rasa itu nggak harus buruk, ” jelasnya.
Gandeng Ibu-Ibu PKK
Dalam pelaksanaan program, tim memilih menggandeng kelompok ibu-ibu Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Desa Segoro Tambak, sebagai mitra utama. Alya menilai, kelompok tersebut paling siap untuk terlibat karena aktif secara sosial dan sudah terbiasa menjalankan kegiatan mandiri secara rutin setiap bulan.
“Kami melihat mereka sebagai sosok yang paling siap untuk terlibat, karena memang lebih aktif daripada organisasi lain. Mereka juga punya agenda mandiri yang rutin tiap bulan, jadi cocok kalau program BANDALA ditujukan ke kelompok PKK. Harapannya, dengan menggandeng kelompok yang aktif, programnya juga bisa berkelanjutan,” ungkapnya.
Kendati baru mempersiapkan tahap uji coba produk, Alya dan tim berharap BANDALA dapat menjadi contoh untuk mengatasi persoalan lingkungan dan pangan secara konkret. Selain menjadi penyedap alami, ia berharap produk ini juga bisa ia pasarkan lebih luas. “Kami ingin BANDALA tidak berhenti di proposal, melainkan bisa berkembang jadi solusi pangan lokal yang bernilai ekonomi dan membawa dampak baik bagi masyarakat,” pungkasnya.
Penulis: Fania Tiara Berliana Marsyanda
Editor: Ragil Kukuh Imanto