Universitas Airlangga Official Website

Transformasi Model Wakaf di Era Modern

Ilustrasi oleh gomuslim.co.id

UNAIR NEWS – Secara fikih, wakaf dimaknai sebagai salah satu amal jariyah dalam bentuk harta yang tidak boleh habis. Oleh karena itu, kebanyakan wakif atau pemberi wakaf berwakaf dalam bentuk tanah untuk digunakan sebagai masjid, musala, dan sekolah. Namun, dengan pengelolaan yang baik dan kreatif, wakaf dapat dijadikan instrumen ekonomi pembangunan berbasis Islam.

Hal itu disampaikan oleh Prof Dr Nurul Huda, Komisioner Badan Wakaf Indonesia dalam webinar serangkaian acara Gemilang Ramadan yang diadakan oleh Pusat Pengelolaan Dana Sosial (PUSPAS) UNAIR Senin (05/04). Ia menjelaskan beberapa model pengelolaan wakaf modern sehingga bisa menghasilkan kebermanfaatan yang lebih luas. Salah satu di antaranya melalui pendekatan investasi.

Ia memberikan contoh pada pembangunan zam-zam tower di Arab Saudi. Prof Nurul Huda menjelaskan bahwa pembangunan zam-zam tower merupakan salah satu pembangunan aset wakaf melalui penerbitan sukuk wakaf di luar negeri.

“Dimana pada awalnya zam-zam tower dibangun diatas tanah wakaf yang kemudian biaya pembangunannya didapat dari kontrak jangka panjang dengan perusahaan Bin Ladin Group dan Mushaat Real Estate yang menerbitkan sukuk,” ujarnya dalam webinar bertajuk Filantropi Gerakan Wakaf untuk Kesejahteraan Sosial.

Ia melanjutkan, selama masa kontrak, hasil sewa zam-zam tower dan hotel digunakan untuk memberikan imbalan bagi para investor. “Ketika masa kontrak habis akan dikembalikan kepada nadzir (pengelola wakaf, Red) zam-zam tower untuk dikelola sebagai dana sosial,” tandasnya.

Hal serupa juga dilakukan oleh Majelis Agama Islam Singapura (MUIS) dalam membangun Kompleks Bencoolen. Dimana pada saat itu MUIS menggandeng Warees Investment sebagai management untuk membentuk joint venture dan menerbitkan sukuk. Kemudian, bangunan hasil sukuk dikomersilkan oleh Ascott International untuk memberikan imbal balik kepada investor hingga jangka waktu kontrak.

“Itu beberapa contoh pengelolaan wakaf melalui pendekatan investasi, jadi jika nadzir memang tidak berkapasitas, bisa menggandeng pihak-pihak eksternal yang memang berpengalaman di bidangnya,” ujarnya.

Selain melalui sukuk, Prof Nurul Huda juga menerangkan model Wakaf Tunai Deposit yang dikembangkan oleh Social Islamic Bank Limited (SIBL). Dalam model ini, uang wakaf disimpan di bank dalam jangka waktu tertentu yang keuntungannya dipergunakan untuk keperluan tertentu yang ditetapkan oleh wakif dalam rangka mensejahterakan umat.

Pada akhir, Prof Nurul Huda mengapresiasi langkah PUSPAS dalam mengelola dana wakaf yang didapat. Ia berharap, PUSPAS bisa terus konsisten sehingga menjadi salah satu role model pengelolaan wakaf di Indonesia.

“Beberapa pengelolaan wakaf sangatlah prospektif untuk dikembangkan, sehingga kita bisa mengubah persepsi klasik wakaf yang dipahami banyak umat Islam hanya berupa sumbangan dalam bentuk aset tetap,” pungkasnya. (*)

Penulis : Ivan Syahrial Abidin

Editor : Binti Q Masruroh