UNAIR NEWS – Universitas Airlangga melalui Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menginisiasi diskusi pengembangan Program Studi Doktor Ilmu Sosial di Indonesia pada Selasa siang (29/1/2019) di Hotel Singgasana Surabaya. Diskusi tersebut melibatkan akademisi dan beberapa Ketua Program Studi S3 Ilmu Sosial, Dekan, bahkan Rektor perguruan tinggi yang mempunyai program doktor Ilmu Sosial atau yang sedang mengusulkan untuk membuka Program Doktor Ilmu Sosial.
Kurang lebih terdapat 13 perwakilan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, yang turut hadir. Mulai dari Papua sampai dengan Sumatra. Di antaranya, Universitas Pasundan, Universitas Cendrawasih, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Krisnadwipayana, Universitas Udayana, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Bengkulu, Universitas Tadulako, Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dan Universitas Nusa Cendana.
Prof Dr Musta’in, Drs., M.Si., yang juga Ketua Program Studi S3 Ilmu Sosial FISIP Universitas Airlangga mengemukakan bahwa di tengah perubahan masyarakat yang semakin cepat tak terbatas sekat ruang dan situasi politik yang semakin dinamis adalah sangat penting bagi seluruh pengelola Program Doktor Ilmu Sosial mempunyai wadah sebagai ruang diskusi membicarakan perkembangan ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Percepatan perubahan sosial dan dinamika politik terjadi di dalam suatu sistem sosial yang konvergen dan saling memengaruhi antar subsistem seperti ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, dan agama.
Dalam masyarakat yang semakin maju dan berkembang dengan tingkat differensiasi sosial yang semakin kompleks, diperlukan tingkat analisis komprehensif antar bidang keilmuan sosial. Itulah sebabnya mengapa Program Doktor Ilmu Sosial FISIP UNAIR tetap konsisten untuk fokus pada pengembangan Ilmu Sosial sejak 1985.
”Diharapkan pertemuan kita kali ini bisa membuahkan kesepakatan atau konsensus untuk pengembangan keilmuan sosial ke depan,” ujarnya. ”Kesepakatan tersebut bisa berupa kurikulum, namun juga bisa disesuaikan dengan kondisi sosial di setiap daerah serta kemasyarakatan di daerah masing-masing,” imbuhnya.
Menambahkan pernyataan Prof Musta’in, Dr Falih Suaedi, Drs., M.Si., yang juga dekan FISIP UNAIR menyampaikan bahwa pertemuan tersebut didasari inisiasi untuk pengembangan ilmu sosial ke depan. Mengingat, FISIP sebagai fakultas dan universitas sejak dari awal konsen membentuk program doktor ilmu sosial di Indonesia.
”Ini (pertemuan, Red) adalah ide inisisasi dari FISIP sebagai fakultas dan universitas yang dari awal membentuk dan menyelengarakan program doktor ilmu sosial. Kita konsen pada bidang itu,” katanya.
“Persoalannya, nomenklatur Program Studi S3 Ilmu Sosial pada SK Menteri Nomor 257/M/KPT/2017 entah karena apa ternyata tidak ada. Nah, kita menginisiasi forum ini untuk membuat program doktor ilmu sosial Indonesia secara definitif, dengan nomenklatur yang jelas. Kuat secara formal dan kuat secara subtantif,” tambahnya.
Karena itu, lanjut Dr. Falih, kurang lebih 13 universitas berkumpul serta hadir dalam forum tersebut. Pertemuan itu tidak bertujuan untuk membuat deklarasi, namun lebih kepada menyusun pernyataan bersama untuk dapat menjadi rekomendasi ke Kementerian Riset, teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).
”Mungkin nanti bisa kita kirim (rekomendasi, Red) ke Pak Dirjen Kemristekdikti,” sebutnya. ”Juga yang paling penting, kita hari ini membentuk semacam asosiasi atau forum pengelola program S3 ilmu sosial,” imbuhnya.
Dr Falih menambahkan, pembentukan itu diharapkan mampu merangsang serta memunculkan kerja sama antar pengelola program. Mulai kerja sama kelembagaan, bidang kurikulum, sampai bidang akademik, di mana kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas program doktor ilmu sosial.
”Misalnya saling berkirim ahli untuk penguji tamu, mungkin dalam sisi pengajaran. Jadi, banyak hal yang bisa kita lakukan dengan menyatukan dalam satu wadah pengelola doktor ilmu sosial,” ungkapnya.
Sebab, Dr Falih sangat yakin bahwa ilmu sosial ke depan menjadi salah satu kebutuhan penting, terutama Indonesia. Mengembangkan ilmu sosial, sebut dia, tidak mesti mengotak-kotakan ilmu menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang tidak saling sapa.
”Makanya, kita persatukan langkah dan kita konsolidasi sebetulnya, hari ini. Untuk menyatukan doktor ilmu sosial itu lebih kuat di mata pemerintah dan lebih menunjukkan kepedulian serta kekhasan kita bahwa masa depan ilmu sosial itu tidak bisa dipecah-pecah menjadi program studi yang kecil-kecil,” tuturnya.
Inti dan tujan dari pertemuan tersebut adalah untuk menegaskan bahwa ilmu sosial mendukung ide integrated social science yang selalu menjadi ciri khas dari program doktor ilmu sosial. Khususnya untuk mempertegas dan pengembangan ilmu sosial yang tidak lagi terkotak.
”Misalnya, public administration, sociology, dan anthroplogy. Mereka (semuanya) saling singgung. Yang kita sebut, kita akan memperkuat ruang untuk saling sapa itu,” katanya.
3 Rekomendasi
Tiga rekomendasi dari diskusi pengembangan program doktor ilmu sosial akhirnya disepakati. Ketiga rekomendasi ditujukan kepada Kemristekdikti sebagai usulan atas hasil pembahasan perkembangan kurikulum dan pengelolaan program studi S3 ilmu sosial di Indonesia. Tiga rekomendasi itu meliputi, pertama, mempertahankan S3 Ilmu Sosial dengan nama Program Doktor Ilmu Sosial yang di dalamnya terkandung peminatan-peminatan bidang ilmu.
Kedua, dalam rangka untuk pengembangan sains ilmu sosial, perlu dibentuk Asosiasi Pengelola Program Doktor Ilmu Sosial di Indonesia. Dan ketiga, perlu perubahan SK Menteri Nomor: 257/M/KPT2017 tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tinggi, dengan memasukkan nama Program Studi Ilmu Sosial menjadi nomenklatur tersendiri. (*)
Penulis: Feri Fenoria