Universitas Airlangga Official Website

UNAIR Siapkan Konferensi Asian Studies Terbesar di Dunia

Rektor Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak (Ketiga Kiri) bersama Perwakilan Tim Pelaksana ICAS ke-13 pada Senin (18/12/2023) (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWSUniversitas Airlangga (UNAIR) siapkan pertemuan bersama Direktur Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Senin (18/12/2023). Kedua pihak sepakat bertemu di Kantor Kemendikbud, Jakarta guna membahas persiapan UNAIR sebagai tuan rumah Konferensi Studi Asia terbesar dunia, ICAS.

Rektor UNAIR Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak juga turut hadir dalam pertemuan tersebut. Ia hadir bersama sejumlah perwakilan dari Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC) yang akan menjadi pelaksana ICAS.

International Convention of Asia Scholars (ICAS) sendiri merupakan sebuah konferensi internasional yang mengusung format konferensi festival (konfest). Dengan format itu, ICAS nantinya tidak hanya terpusat di kampus, melainkan juga ruang kota seperti museum, kampung, situs historis, dan situs budaya lainnya.

Membanggakannya, UNIAR mendapatkan kepercayaan untuk menjadi tuan rumah dan pelaksana ICAS ke-13. Gelaran akbar itu akan berlangsung mulai Minggu (28/7/2024) hingga Kamis (1/8/2024). Agenda tersebut menjadi catatan bermakna mengingat gelaran ACS kali ini menjadi yang pertama di Indonesia.

“Konferensi Asian Studies terbesar di dunia ini sebelumnya telah berlangsung di negara-negara lain seperti Belanda, Thailand, Singapura, Australia, dan lain-lain. Pada edisi ini, Indonesia mendapatkan sebuah kehormatan sebagai negara penyelenggara ICAS melalui penetapan Universitas Airlangga sebagai tuan rumah,” ungkap perwakilan AIIOC pada Jumat (22/12/2023).

“Penyelenggaraan ICAS kali ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia. Oleh sebab itu, kolaborasi multisektor menjadi penting untuk dilakukan,” sambungnya. 

Sama seperti periode sebelumnya, ICAS ke-13 nantinya juga akan menerima kurang lebih 2000 partisipan dengan lebih dari 50 negara. Selain itu, UNAIR sebagai titik ICAS akan mempertemukan aktor-aktor akademik maupun non-akademik menjadi satu.

“Sifat ICAS yang transdisipliner dan merombak batas antara dunia akademik dan non-akademik terbukti melalui latar belakang para partisipan. Mereka tidak hanya berasal dari kalangan akademisi, namun juga seniman, kurator seni dan pameran, aktivis, pembuat film, hingga kolektif-kolektif lainnya,” lanjutnya.

AIIOC sebagai peran kunci pelaksanaan ICAS juga mendapat apresiasi penuh dari Ditjenbud, Hilmar Farid MA PhD. Menurutnya, AIIOC bukan sekadar lembaga riset, tetapi juga memainkan peran kunci dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang multidisiplin sekaligus inklusif.

“AIIOC berpeluang menciptakan ekosistem riset kontemporer yang mampu menyinergikan multidisiplin ilmu. (AIIOC juga, Red) menciptakan ruang kolaborasi lintas bidang yang berpotensi besar untuk menjadi motor penggerak inovasi dan pengetahuan baru di Indonesia,” ungkap Hilmar.

Sanjungan tersebut muncul mengingat AIIOC menggabungkan keahlian berbagai keilmuan mulai dari budaya, sosial, politik, hingga kesehatan. Multidisiplin ilmu tersebut akan mampu menciptakan lingkungan kolaboratif yang memfasilitasi penelitian interdisipliner. 

Sebagai informasi tambahan, AIIOC juga berencana untuk menyelenggarakan Global Art Exhibition Road to ICAS 2024. Rencananya, pameran itu akan berlangsung di Surabaya bulan Mei 2024 dan melibatkan sejumlah seniman dari berbagai kampung di Surabaya. (*)

Penulis: Muhammad Badrul Anwar

Editor: Nuri Hermawan