UNAIR NEWS – Penyakit kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, namun anak-anak juga berisiko mengalaminya. Mengacu data World Health Organization (WHO) pada 2020, di Indonesia terdapat 8.677 kasus anak yang menderita kanker didominasi usia 0 hingga 14 tahun.
Menanggapi itu, Dr Mia Ratwita Andarsini dr SpA (K) selaku dosen departemen ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) menuturkan bahwa penyebab anak menderita kanker berbeda dengan orang dewasa yang mayoritas dipicu karena pola hidup tidak sehat.
Dokter yang akrab disapa Mia ini menyebut kanker pada anak disebabkan oleh kelainan genetik baik yang diturunkan dari orang tua (herediter) maupun non-herediter. Selain itu, paparan radiasi nuklir, golongan zat karsinogenik seperti benzena, serta infeksi virus Epstein-barr (EBV) dapat menjadi faktor risiko kanker.
Menurutnya, ada dua jenis kanker yaitu kanker yang berasal dari sel-sel darah dengan gejala kulit penderita menjadi pucat, mengalami pendarahan, dan demam naik-turun berkepanjangan tanpa sebab. Kemudian, kanker berwujud tumor ganas yang ditandai munculnya benjolan tidak normal dalam tubuh manusia.
“(Jenis kanker kedua, red) ini yang sulit ketika benjolan berada di tempat yang tidak terlihat, misalnya di perut atau otak. Kalau otak gejala umumnya bisa pusing, kejang, kesadaran menurun, dan perubahan cara bicara,” terang dr Mia pada siaran Dokter UNAIR TV, Jumat (10/2/2023).
Penyakit Kanker yang Sering Diderita Anak
Lanjutnya, terdapat lima jenis kanker yang kerap mengincar anak-anak antara lain kanker darah (leukemia), kanker mata (retinoblastoma), kanker tulang (osteosarkoma), kanker kelenjar getah bening (limfoma maligna), serta kanker saraf (neuroblastoma).
Beberapa jenis kanker yang dapat dilakukan deteksi dini yakni gejala kanker mata yang disebabkan mutasi gen tampak dari bayangan putih pada pupil. Ada pula kanker kelenjar getah bening dengan meraba bagian tubuh seperti leher, telinga bagian belakang, dan ketiak.
Penanganan Kanker pada Anak
Berbicara mengenai tatalaksana penyakit kanker pada anak, dr Mia mengatakan hal itu tergantung dari jenis kanker sekaligus tingkat keparahan (stadium) si penderita. Upaya pertama melalui operasi untuk kanker berupa benjolan yang berukuran kecil.
Selanjutnya, apabila benjolan terlalu besar dan membahayakan anak maka bisa dilakukan kemoterapi maupun radioterapi. Pemilihan tersebut atas pertimbangan terapi mana yang lebih ampuh untuk jenis kanker tertentu seperti kanker darah dan kanker kelenjar getah bening dengan kemoterapi, sementara kanker nasofaring menggunakan radioterapi.
Kedua penanganan itu menurut dr Mia mempunyai efek samping meskipun jarang yaitu keganasan sekunder yang bentuknya berbeda dari jenis kanker semula. Maka ia menyarankan bagi penderita yang sudah menjalani pengobatan dan dinyatakan remisi atau sembuh dalam pemantauan tetap harus waspada sebab bisa terjadi kekambuhan.
Pentingnya Deteksi Dini
Dalam rangka peringatan Hari Kanker Anak Sedunia yang jatuh setiap 15 Februari, dr Mia menghimbau masyarakat agar mengenali tanda-tanda kanker pada anak sebagai langkah preventif untuk mencegah kanker. Dengan begitu, kanker tidak sampai menyebar ke organ-organ tubuh lain (metastasis) sehingga meningkatkan usia harapan hidup anak penderita kanker.
“Deteksi dini (kanker, red) pada anak sulit karena anak belum bisa mengeluh, maka yang bisa melakukan deteksi ini adalah orang tua dan pengasuh. Jadi kalau menemukan sesuatu gejala, benjolan, atau keluhan dari anak segeralah bawa ke tenaga kesehatan terdekat,” tutupnya.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan