UNAIR NEWS – BEM UNAIR kembali mengadakan webinar yang mengupas terkait implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) untuk keempat kalinya pada Sabtu pagi (17/12/2021). Kali ini, implementasi SDGs No. 10 (Berkurangnya Kesenjangan) yang akan dibedah melalui pengembangan pariwisata ramah disabilitas.
Narasumber pertama yang dihadirkan dalam kegiatan ini adalah Try Febri Khoirun Nidhom. Ia adalah Ketua Umum Dewan Pengurus Cabang Persatuan Tunanetra Indonesia Kabupaten Lamongan. Try mengatakan bahwa dasar hukum yang menjamin perlindungan dan kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas, pasca didoknya UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Hal ini dapat dilihat dari pergeseran makna dari penyandang disabilitas itu sendiri. Persepsi umum adalah ia adalah yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental, sehingga menghambat mereka untuk melakukan segala sesuatu secara selayaknya. Konsep ini diubah melalui norma UU tersebut, dimana definisi penyandang disabilitas ditekankan pada keterbatasan fisik, intelektual, dan mental. Keterbatasan ini yang kemudian menghambat mereka untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif. Ini merupakan definisi yang memberdayakan,” ujar alumni Universitas Negeri Malang itu.
Dalam konteks pariwisata, Try mengatakan bahwa pengejawantahan yang ramah disabilitas adalah terwujudnya aksesibilitas agar kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas dapat terwujud. Hal ini berarti adalah sektor pariwisata harus mempersiapkan infrastruktur dan konstitusi penikmatan wisata yang sedemikian rupa agar diskriminasi tidak terjadi.
“Sektor wisata harus ada hal-hal seperti, toilet khusus penyandang disabilitas. Aspek pembangunan infrastruktur juga harus menyediakan hal-hal seperti bidang miring untuk kursi roda, huruf braille, dan guiding blocks untuk kelompok tuna netra,” ujar Try.
Tak hanya terbatas itu, pariwisata ramah disabilitas harus menjamin bagaimana mereka dapat menikmati apa yang ditawarkan oleh sektor wisata tersebut. Try mengatakan bahwa hal tersebut dapat direalisasikan melalui setidaknya dua hal, yaitu inklusifitas akses informasi dan peningkatan peran pemandu wisata. Akses informasi ini mengacu bahwa informasi terkait sektor pariwisata harus tersedia dalam bentuk audio, visual, dan taktil.
“Terkait peran pemandu wisata. Hendaknya harus disediakan pula pemandu wisata yang dapat mendeskripsikan pada penyandang tuna netra, serta pemandu wisata yang memandu penyandang tuna rungu dengan bahasa isyarat,” tuturnya.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan