Universitas Airlangga Official Website

WMHD 2023, Airlangga Safe Space Adakan Talkshow Kesehatan Mental

Sesi tanya jawab dalam gelar wicara Airlangga Safe Space (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Airlangga Safe Space (ASAP), departemen BEM KM Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar talkshow seputar kesehatan mental pada Minggu (10/9/2023). Acara itu merupakan awal dari serangkaian agenda peringatan World Mental Health Day (WMHD) 2023, yang tahun ini mengusung tema “Breaking the Stigma: Mental Health Rights for All”.

Talkshow tersebut menghadirkan narasumber Atika Dian Ariana MSc MPsi Psikolog, dosen psikologi UNAIR. Merespons tema kegiatan ASAP, Atika menyepakati isu kesehatan mental sebagai bagian dari hak asasi manusia.

“Secara sederhana, kesehatan mental adalah elemen dari kesehatan itu sendiri. Artinya, menjadi satu kesatuan sehingga pemenuhan akan hak kesehatan mental juga bersifat universal,” tuturnya.

Ia lalu mengungkap persoalan utama isu kesehatan mental di Indonesia. Yakni, masih minimnya literasi kesehatan mental yang berakibat pada pembentukan stigma di masyarakat. Lanjutnya, faktor budaya inilah yang menyebabkan seseorang takut berobat hingga mendapat perlakuan diskriminatif.

“Tentu adanya stigma mempengaruhi kualitas hidup dan harga diri penderita maupun penyintas gangguan mental. Tak heran, banyak dari mereka yang menghindari pengobatan dan justru beralih pada alternatif lain,” terang Atika.

Selain itu, menyoal distribusi pelayanan kesehatan jiwa dan tenaga psikolog yang belum merata di seluruh daerah. Menurutnya, hal tersebut menjadi alasan masyarakat menganggap isu kesehatan mental bukan sebagai kebutuhan yang mendasar.

Menghapus Stigma Kesehatan Mental

Lebih lanjut, Atika mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Caranya melalui sosialisasi kesehatan mental baik promotif maupun edukatif.

Kemudian, ia menyebut pemberian dukungan sosial seperti empati dan kemauan untuk menjadi pendengar bagi penderita. Tak jarang, orang yang mengalami gangguan mental dianggap sebagai beban. Atika menyarankan agar mereka dilibatkan dalam suatu aktivitas.

“Bagi sociopreneur, dapat merekrut karyawan dengan gangguan mental atau disabilitas mental. Tentunya mempertimbangkan kondisi mereka serta karakteristik pekerjaan terkait,” ujar psikolog klinis itu.

Upaya berikutnya, sambung Atika, terus melakukan advokasi mengenai kebijakan kesehatan mental. Salah satunya, pelayanan yang setara mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai lanjutan.

Pada akhir, ia menekankan bahwa tidak semua orang yang mengunjungi psikolog mempunyai masalah kesehatan jiwa. Sebab psikolog juga melayani konsultasi mengenai potensi dan pengembangan diri. Oleh karena itu, pemenuhan kesehatan mental penting demi menghasilkan manusia yang berdaya.

“Kesehatan mental adalah hak asasi manusia, maka sudah waktunya kita memenuhi hak kita. Menggerakkan diri untuk menjadi lebih sehat dengan berani mencari bantuan ketika kita merasa perlu dan hindari self-diagnosis,” tandasnya.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan