Universitas Airlangga Official Website

World TBC Day, Dosen FK UNAIR Berikan Edukasi Seputar Tuberkulosis

Edukasi seputar TBC oleh dr Prastuti Asta Wulaningrum dr Sp.P FAPSR dan dr Deby Kusumanungrum M.Si Sp.MK(K) melalui kanal Youtube Dokter UNAIR TV pada Rabu (27/3/2024). (Foto: SS Youtube)
Edukasi seputar TBC oleh dr Prastuti Asta Wulaningrum dr Sp.P FAPSR dan dr Deby Kusumanungrum M.Si Sp.MK(K) melalui kanal Youtube Dokter UNAIR TV pada Rabu (27/3/2024). (Foto: SS Youtube)

UNAIR NEWS – Tuberkulosis atau biasa disingkat TBC merupakan salah satu penyakit dengan jumlah penderita yang tinggi di Indonesia. Pada 2024, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah India dengan penderita TBC terbanyak sedunia. Ini yang mendasari edukasi seputar TBC menjadi sebuah urgensi.

Edukasi itu dilakukan secara live pada Rabu (27/3/2024) melalui kanal Youtube Dokter UNAIR TV. Pada kesempatan ini, dua dosen Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR memberikan wawasan seputar TBC. Keduanya adalah dr Prastuti Asta Wulaningrum dr SpP FAPSR dan dr Deby Kusumanungrum MSi SpMK(K). 

Besarnya angka penderita TBC di Indonesia turut disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang membuat pengobatan dan screening TBC terabaikan. Ditambah pula, pada dasarnya TBC menyebar lewat udara sehingga penyebarannya cenderung masif. “Kuman TBC ini bisa menyerang semua organ, ini yang menakutkan. Kuman ini sifatnya aerob atau suka udara, jadi di mana ada udara dia bisa menempel,” papar Prastuti.

Dikarenakan penyebarannya yang mudah melalui udara, tanpa disadari, orang yang tidak bergejala apapun bisa jadi sudah berstatus terinfeksi TBC. Namun, Prastuti juga menambahkan bahwa imunitas tubuh dapat melawan TBC. Jadi, jika imunitas seseorang kuat, tanpa pengobatan apapun TBC dapat mati dengan sendirinya.

Adapun Prastuti memaparkan gejala yang disebabkan oleh TBC. “Gejala yang akan ditimbulkan tergantung di mana dia menempel. Misalnya dia ada di otak, gejalanya bisa pusing. Lalu misalnya jika di payudara, ini dapat menyebabkan payudara bernanah,” papar Prastuti. Hal itu diungkapkan sebab masih banyak orang yang mengira jika gejala TBC hanya terjadi di saluran pernapasan.

Pemeriksaan dan pengobatan TBC pada dasarnya sudah didukung pemerintah lewat BPJS. “Ada pemeriksaan mikroskopis hingga tes cepat molekuler yang hasilnya dapat muncul hanya dalam dua jam. Pemeriksaan ini biayanya didukung pemerintah dan sudah ada hingga di tingkat puskesmas,” tutur Deby.

Namun, pencegahan tentu lebih baik daripada pengobatan. Oleh karena itu, Deby turut menambahkan jika pencegahan TBC dapat dilakukan melalui beberapa cara mudah. “Langkah pencegahannya adalah dengan menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan menerapkan etika batuk,” pungkas Deby.

Penulis: Afifah Alfina

Editor: Khefti Al Mawalia