UNAIR NEWS – Civitas akademika Universitas Airlangga (UNAIR) dengan karyanya kembali menunjukkan eksistensi di kancah internasional. Kali ini karya dosen dari Fakultas Farmasi (FF). Ialah Gusti Noorrizka Veronika Achmad SSi MSc Apt yang berhasil meraih penghargaan Best Community Engagement Project dalam ajang International Conference on Academic-Community Engagement (InACE). Acara itu berlangsung pada Selasa (29/8/2023) dan Rabu (30/8/2023) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Rizka menyampaikan bahwa ia mengusung projek berjudul Counseling and Increasing Knowledge About Tuberculosis (TB) Treatment And Prevention In Farmer Groups And Tuberculosis Cadres.
Projek ini diketuai oleh Dr Abdul Rahem MKes Apt, dengan sepuluh anggota dosen UNAIR. Mereka adalah Dr Wahyu Utami MS Apt, Dra Liza Pristianty MSi Apt, Andi Hermansyah SFarm MSc PhD Apt, Anila Impian Sukorini Ssi Mfarm Apt. Lalu, Titik Puji Rahayu SSos MComm PhD, Ana Yuda SSi MFarm Apt, Arie Sulistyarini SSi MPharm Apt, Dr I Nyoman Wijaya SSi SpFRS Apt, Gusti Noorrizka Veronika Achmad SSi MSc Apt, dan Yuni Priyandani SSi MSc Apt.
Maraknya Kasus TBC
Gagasan yang mereka usung berangkat dari maraknya kasus TBC yang terjadi di Indonesia. Angkanya kasus TBC terus meningkat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Selain itu, proyek ini merupakan wujud dukungan kepada program TOSS TB canangan pemerintah.
“Sementara dari kasus yang terdaftar, hanya 50 persen yang mendapat pengobatan dengan tingkat keberhasilan pengobatan di bawah 90 persen. Jawa Timur merupakan tiga provinsi teratas dari 38 provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus TBC tertinggi di Indonesia,” ungkap Rizka.

“Untuk mendukung program pemerintah itu, tim kami membuat proyek untuk membangun desa yang sehat, berketahanan, dan bebas tuberkulosis. Kami memilih Sumenep untuk membangun desa yang sehat, berketahanan, dan bebas tuberkulosis. Kami memilih Sumenep, salah satu daerah dengan prevalensi TBC tinggi di Jawa Timur,” imbuh dosen FF UNAIR itu.
Wujudkan Desa Sehat
Proyek itu juga mencanangkan lima agenda. Yaitu, memberikan bantuan pendampingan pengobatan TBC dan pencegahan penularan penyakit TBC, penguatan komunitas literasi TBC. Selanjutnya, memberdayakan karakter masyarakat inklusif yang terbuka menerima keberadaan penderita penyakit menular kronis.
Selain itu, proyek itu juga melibatkan mitra lokal seperti pemerintah setempat, dinas kesehatan, puskesmas, asosiasi apoteker setempat dan kelompok tani untuk menjalin kemitraan. Serta, melakukan mengedukasi masyarakat dan apoteker lokal dengan melibatkan dokter spesialis paru dan apoteker.
Lebih lanjut, proyek itu memiliki lima goals prioritas. Yakni, menjalin kemitraan dengan pihak terkait, meningkatkan peran masyarakat dalam pengendalian TBC dan literasi masyarakat ataupun apoteker lokal, serta membentuk desa yang responsif terhadap kasus TBC.
Rizka mengaku bahwa ia mendapatkan banyak pengetahuan dan manfaat selama mengikuti acara.
“Semua bagian acara baik itu sharing session, diskusi panel maupun simposium merupakan ajang berbagi pengalaman dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat. Kami menentukan solusi permasalahan, membuat strategi yang tepat untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat,” tutur dosen FF itu.
Ia tidak menyangka bahwa projek canangan timnya mampu meraih penghargaan Best Community Engagement Project. Mengingat, projek lainnya tak kalah bagus dan siap mendukung program SDGs.
“Apa yang sudah dilakukan oleh tim kami merupakan langkah awal yang masih memiliki perjalanan panjang di langkah berikutnya. Sehingga, penghargaan yang kami raih mampu meningkatkan motivasi tim kami untuk melaksanakan projek pengabdian masyarakat lainnya agar dapat mewujudkan desa sehat sesuai tujuan kami,” tutup Rizka pada akhir sesi wawancara. (*)
Penulis: Aidatul Fitriyah
Editor: Binti Q Masruroh