Universitas Airlangga Official Website

Mengenal Counter Terrorism Menurut Dosen Hukum UNAIR

Ilustrasi teroris. (Foto: Fred Moon/unsplash)

UNAIR NEWS – Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) Amira Paripurna SH  LL M Ph D diundang menjadi narasumber dalam acara Discussion Series 2022 yang digelar Human Rights Law Studies (HRLS) UNAIR. Dalam kesempatan itu, Amira memaparkan jenis terorisme dan kaitannya dengan Hak Asasi Manusia.

Menurut Amira, terdapat banyak sekali definisi dari terorisme. Namun, dari berbagai macam pengertian itu, dapat disimpulkan ada empat karakteristik terorisme. 

“Yakni, ancaman atau penggunaan kekerasan, terdapat tujuan politik tertentu dan mempunyai status quo, dan terdapat keinginan menyebarkan ketakutan dengan melakukan aksi kekerasan publik yang spektakuler,” ujarnya pada Sabtu (16/4/2022).

“Dan terakhir, menargetkan warga sipil dengan sengaja,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Amira menjelaskan upaya untuk mengatasi terorisme atau biasa disebut counter terrorism. Dikutip dari terrorism studies, counter terrorism terbagi menjadi dua. Yakni, adalah post crime counter terrorism dan pre crime counter terrorism. Secara pengertian, post crime adalah upaya yang dilakukan oleh penegak hukum untuk bertindak, menyelidiki, menginvestigasi, dan menangkap pelaku aksi terorisme.

“Yang mana aksi tersebut dilakukan setelah terjadinya serangan teror atau attack,” tegasnya.

Amira Paripurna SH  LL M Ph D, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga memaparkan materi karakteristik terorisme dalam acara Discussion Series 2022 yang digelar Human Rights Law Studies (HRLS) UNAIR yang bertajuk “Pemberantasan Terorisme dan Hak Asasi Manusia” pada Sabtu (16/04/2022).

Sedangkan aspek pre-crime berupaya melakukan pencegahan serta mengurangi risiko untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan serangan yang dapat ditimbulkan pada kemudian hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pre-crime adalah cara untuk mencegah terorisme dengan melakukan intervensi, disruption terhadap rencana serangan teror dengan sedini mungkin.

“Agar rencana teror yang akan dilakukan itu tidak terjadi,” ujarnya.

Langkah pre-crime, sambung Amira, antara lain adalah memprediksikan dengan menganalisis kemungkinan rencana serangan, lalu dilakukan intervensi sehingga rencana teror tersebut gagal dilakukan. Jadi, pencegahan pre-crime berbeda dengan kriminologi pencegahan kejahatan seperti halnya pembunuhan.

“Jadi, aspek pre-crime adalah sebelum ada ledakan (bom, Red). Maka itu (terorisme) harus dicegah. Rencana meledakkan suatu gedung vital negara, misalnya, agar tidak terjadi,” ungkapnya.

Amira Paripurna SH  LL M Ph D, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga memberikan penjelasan indeks ancaman terorisme di Asia Tenggara pada acara Discussion Series 2022 yang digelar Human Rights Law Studies (HRLS) UNAIR yang bertajuk “Pemberantasan Terorisme dan Hak Asasi Manusia” pada Sabtu (16/4/2022).

Upaya counter terrorism tidak hanya bergantung pada post-crime saja, melainkan juga harus menitikberatkan kepada aspek pre-crime. Sebab, peran dari pre-crime, jika dapat dimaksimalkan akan memberikan sumbangsih yang besar secara efektif untuk memberantas terorisme.

“Dari itulah kemudian berpengaruh pada sejumlah aturan yang ada di dalam undang-undang anti-terorisme. Tidak hanya di Indonesia, melainkan juga terjadi secara global,” ujarnya.

Penulis: Affan Fauzan

Editor: Feri Fenoria