Ciplukan banyak dikenal masyarakta sebagai tanaman liar yang jarang dibudidayakan. Ciplukan merupakan tumbuhan herba anual (tahunan) dengan tinggi 0,1-1 m. Batang pokoknya tidak jelas, percabangan menggarpu, bersegi tajam, berusuk, berongga, bagian yang hijau berambut pendek atau boleh dikatakan gundul. Daunnya tunggal, bertangkai, bagian bawah tersebar, di atas berpasangan, helaian berbentuk bulat telur-bulat memanjang-lanset dengan ujung runcing, ujung tidak sama (runcing-tumpul-membulat-meruncing), bertepi rata atau bergelombang-bergigi, 5-15 x 2,5-10,5 cm. Ciplukan adalah umbuhan asli Amerika yang kini telah tersebar secara luas di daerah tropis di dunia. Di Jawa tumbuh secara liar di kebun, tegalan, tepi jalan, kebun, semak, hutan ringan, tepi hutan. Ciplukan biasa tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 1-1550 m dpl.
Dari penelitian yang telah dilakukan, baik secara in vitro maupun in vivo, didapatkan informasi bahwa ciplukan memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan dan imunosupresan (imunomodulator), antiinflamasi, antioksidan, dan sitotoksik. Dengan banyaknya senyawa kimia yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya tanaman ini diperhatikan dan dibudidayakan untuk mendapatkan kemanfaatannya secara berkelanjutan. Selain itu potensi sebagai tanaman pangan juga berpeluang besar diunggulkan dari tumbuhan ini.
Masalahnya saat ini dengan perkembangan populasi dan kebeutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks, maka lahan pertanian menjadi terbatas dan turun kualitasnya. Maka dari itu perlu dimaksimalkan pemanfaatan lebih lanjut lahan-lahan lainnya yang dianggap kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah lahan asin atau lahan yang memiliki kandungan kadar garam yang tinggi terutama lahan yang berada di pinggir-pinggir pantai atau pada pulau-pulau tertentu di Indonesia.
Masalah kritis bagi pertanian global adalah menghasilkan 70% lebih banyak tanaman pangan untuk peningkatan populasi. Salinitas merupakan kendala utama peningkatan permintaan tanaman pangan. Stres garam mempengaruhi lebih dari 20% lahan pertanian di seluruh dunia, dan jumlahnya terus bertambah dari hari ke hari. Dampak salinitas pada lahan atau daerah termasuk bagian dunia yang kering dan semi-kering, dengan kapasitas produksi tanaman yang rendah. Itu menyebabkan berkurangnya hasil dan mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani.
Adaptasi tumbuhan terhadap stress lingkungan ditampakkan pada morfologi organ-organnya seperti daun, akar, batang dan bunga. Akar merupakan organ esensial tumbuhan yang mempunyai peranan penting dalam menjaga kelangsungan penyerapan unsur hara dan air selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, akar juga organ pertama yang merespon kondisi lingkungan tanah, seperti kekeringan, logam berat, salinitas, dan residu kimia lainnya. Dengan demikian, arsitektur atau morfologi akar tanaman dapat digunakan untuk menentukan respon tanaman terhadap stres. Daun memiliki peran dalam adaptasi tanaman dan adaptasi lingkungan jangka panjang. Iklim, cahaya, curah hujan, tanah, relief, dan ketinggian berpengaruh nyata terhadap daun. Faktor-faktor ini berubah dalam ruang dan waktu dan dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Dapat dipahami dengan baik bahwa daun dapat mewakili kapasitas fotosintesis tanaman dan mempengaruhi produktivitas.
Ciplukan dengan segala kemanfaatannya terinformasikan memiliki kemampuan adaptasi yang baik pada berbagai jenis lahan. Tanaman ini sangat bagus dan potensial untuk dikembangkan secara luas di berbagai negara. Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap salinitas. Pengembangan tanaman ini di daerah salin membutuhkan data lebih lanjut tentang ketahanannya. Penelitian Purnobasuki (2022) menunjukkan bahwa pada perlakuan berbagai konsentrasi salinitas terjadi perubahan morfologi terjadi pada daun dan akar. Ada percepatan penuaan daun tua dan penurunan muda daun klorofil. Perubahan akar dapat dilihat dari volume akar dan panjang akar primer pengurangan. Perubahan mulai terjadi pada konsentrasi salinitas 80 mM kecuali pada panjang akar primer, yang mulai muncul pada konsentrasi salinitas 120 mM. Daun yang terpapar konsentrasi garam tinggi dalam waktu lama akan mengalami kerusakan klorofil. Salinitas pada konsentrasi rendah meningkatkan kandungan klorofil.
Sistem perakaran tanaman diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan menyediakan berbagai aktivitas di dalam tanah. Akar arsitektur sangat mempengaruhi eksplorasi tanaman-tanah untuk memungkinkan penyerapan air dan nutrisi. t akar dapat menembus media tanam efektif, terbukti dengan tumbuhnya akar lateral dan rambut akar hingga 40 mM. Pertumbuhan akar dimulai menurun pada konsentrasi 60 mM (Purnobasuki, 2022). Pada kondisi kadar rendah garam konsentrasi (20 mM) meningkatkan volume akar, sedangkan peningkatan konsentrasi garam (di atas 140 mM) penurunan volume akar. Pada salinitas yang lebih tinggi, terlihat bahwa pertumbuhan akar lateral dan akar rambut P. angulata terkonsentrasi di zona basal. Sebagai mekanisme adaptif di bawah salinitas stres, sudut pengembangan akar yang dangkal dapat menguntungkan tanaman toleransi garam dengan meningkatkan kemampuan penyerapan nutrisi dengan menghindari lingkungan garam yang tinggi.
Penulis: Hery Purnobasuki
Sumber: https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/977/1/012019/pdf