Saat ini, perubahan pola hidup, merebaknya masalah gizi buruk, dan penurunan aktifitas fisik di dalam keseharian menjadi penyebab terbesar kematian dan disabilitas di seluruh negara. Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang paling umum di dunia dengan ciri khas nya adalah tingginya gula darah. Diabetes terjadi dari beberapa komorbid dan komplikasi selain itu diabetes terjadi akibat dari kegagalan secara sosial dan profesional pola hidup seseorang yang memiliki penyakit dan hal tersebut secara langsung dan tidak langsung menambah beban ekonomi untuk pasien khususnya pada negara dengan pendapatan rendah hingga sedang.
Diabetes merupakan penyakit pengontrolan diri yang mana pasien dapat memenuhi 99% apa yang menjadi kebutuhannya. Strategi perawatan diri dapat merubah peran yang dimainkan pada penyakit dibatetes. Sehingga mereka dapat mempertahankan kemandirian mereka sekaligus mengurangi beban sumber daya perawatan kesehatan. Manajemen diri mengacu pada kemampuan individu untuk mengelola gejala, pengobatan, konsekuensi fisik dan psikososial, dan perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk hidup dalam penyakit kronis diantaranya seperti diet, penerapan/pemakaian obat, olahraga, pemantauan glukosa darah sendiri, dan perawatan kaki .
Menurut World Health Organisation (WHO), peningkatan efektivitas dukungan manajemen diri memiliki dampak yang jauh lebih besar pada kesehatan masyarakat dari pada terapi khusus lainnya; selain itu perawatan diri yang teratur dan baik memiliki efek positif pada kualitas hidup, karena mengarah pada upaya untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah risiko komplikasi. Bahkan, perawatan diri dianggap sebagai landasan perawatan diabetes, dan penilaian perawatan diri yang akurat penting untuk mengidentifikasi dan memahami bidang kesulitan dalam manajemen diabetes. Studi sebelumnya menemukan korelasi antara beberapa faktor terkait dengan perilaku perawatan diri pasien dengan diabetes tipe 2. Misalnya, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan, hubungan dokter-pasien, stres psikologis, dukungan sosial, kelebihan berat badan, obesitas, efikasi diri yang tinggi, tes gula darah di rumah, olahraga mingguan, perencanaan diet, pembatasan diet, durasi diabetes, tahun, pengobatan non-obat, dan nafsu makan yang baik adalah variabel signifikan yang terkait dengan kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri. Karena manajemen diabetes kompleks dan beragam, serta memerlukan penilaian yang komprehensif untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan diri dan hasil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan diri pada pasien diabetes.
Penelitian ini didasarkan pada beberapa sumber artikel diantaranya Magiran, Google Scholar, SID, Scopus, PubMed, Science Direct, dan ISI databases, sebanyak 17,500 artikel dengan menggunakan kata kunci sebagai berikut “self-care”, “diabetes” and “affecting factors”. Setelah dilakukan tinjauan lebih dalam judul dan abstrak, artikel yang dipilih sejumlah 51 judul. Prevalensi dari perilaku self-care pada pasien diabetes yang didapatkan dari beberapa artikel sangat berbeda. Pada penelitian Ayele prevalensi penderita diabetes yang memiliki kebiasaan self-care sesuai dengan rekomendasi adalah sebesar 39,2% sedangkan pada penelitian Prakash sebesar 43,1%. selain itu pada penelitian Borhaninejad menunjukkan bahwa 67,3% pasien memiliki kemampuan self care yang kurang, 29.14% memiliki kemampuan self-care yang sedang dan sisanya memiliki kemampuan self-care yang baik. Dalam penelitian Kassahun et al., prevalensi perilaku self-care keseluruhan terhadap diabetes mellitus dilaporkan sebagai berikut: 49,1% – 24,9% memiliki tingkat kepatuhan pengobatan yang rendah, 37,9% sedang dan tinggi 37,2%.
Hasil penelitian Zhou kepatuhan self care pada Pengobatan dan Pemantauan Diri Glukosa Darah (SMBG) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan obat Agen Hipoglikemik Oral (OHA) adalah 81±14,3%, dan 58% peserta menyadari pentingnya SMBG. Namun, hanya 13% peserta yang mempraktikkan SMBG dan 3% telah melakukan tes empat kali atau lebih selama minggu sebelumnya. Dalam studi oleh Sharoni et al.63 kepatuhan Pengobatan memiliki nilai tertinggi (rata-rata=5,66; SD=2,50) dan tes gula darah (rata-rata=1,18; SD=1,16) memiliki skor terendah. Dehghani-Tafti et al.64 dan Jannoo dan Khan65 juga melaporkan, masingmasing, bahwa minum obat secara teratur dengan rata-rata 6,48 kali per minggu adalah perilaku perawatan diri tertinggi dan bahwa pasien DMT2 memiliki perilaku perawatan diri yang buruk dalam tes gula darah. Sari et al.48 dalam penelitiannya tentang perilaku perawatan kaki melaporkan bahwa perilaku perawatan kaki dan pengetahuan tentang perawatan kaki pada pasien diabetes di Indonesia masih rendah. Dalam studi Dehghani-Tafti et al.64 juga, memeriksa bagian dalam sepatu dengan rata-rata 1,17 kali per minggu adalah perilaku perawatan diri terendah yang dilaporkan dan Weledegebriel et al.66 juga melaporkan bahwa hanya 69 (15,8%) peserta melaporkan pemeriksaan diri kaki mereka. Ini sementara total rata-rata tertinggi dan standar deviasi untuk perilaku perawatan diri di antara orang dewasa dengan DMT2 Oman adalah untuk perawatan kaki tota.
Kesimpulan yang didapatkan diantaranya, usia yang lebih tua, pendapatan rendah, menikah, dan pengetahuan yang buruk tentang variabel diabetes dikaitkan dengan praktik perawatan diri yang buruk. Disarankan program yang komprehensif untuk pengelolaan perilaku peduli pada pasien diabetes harus dirancang untuk mencakup semua hal di atas.
Penulis: Trias Mahmudiono
Untuk mengetahui artikel secara lebih detail, maka dapat mengunjungi link dibawah :
pagepressjournals.org/index.php/jbr/article/view/10261/10118
Judul: Investigating the factors affecting self-care behaviors in diabetic patients: A systematic review