Universitas Airlangga Official Website

Budaya Membaca, Mendengar, dan Menulis

Ketika salat Jumat saya menyimak khotbah seorang khatib yang menjelaskan perlunya generasi muda mengembangkan budaya membaca, mendengar, dan menulis. Khatib itu menceritakan Rasulullah Muhammad SAW ketika menerima wahyu pertama kali dari Allah dengan perintah ‘bacalah’, para sahabat Rasul mendengar wahyu Allah yang diceritakan Rasul itu lalu menulisnya setiap apa yang didengar. Memang budaya membaca, mendengar, dan menulis itu membuat suatu bangsa menjadi maju dan beradab. Hal ini bisa dijumpai dalam sejarah bangsa-bangsa yang maju peradabannya sejak zaman kuno. Hal itu ditandai dengan adanya budaya membaca dan menulis.

Tanda-tanda suatu negara adalah maju bisa dilihat dari kemajuan infrastrukturnya, tata kota yang bagus, tingkat kesadaran akan kebersihan dan kedisiplinan yang kuat, banyaknya museum, dan lain sebagainya. Namun ada lagi tanda suatu negara maju, yaitu adanya toko buku atau perpustakaan yang besar-besar.

Saya saksikan di London sebuah toko buku yang besar dan dikunjungi banyak orang. Hal itu menunjukkan minat baca masyarakatnya sangat tinggi. Demikian pula kondisi yang sama dapat ditemukan di berbagai kota besar di negara-negara maju. Bahkan toko buka yang menjual buku-buku lama atau rare books store juga banyak dikunjungi orang yang mencari berbagai informasi penting dari buku-buku lama itu.

Pertama kali saya ke ibu kota Jepang Tokyo tahun 1982, saya seperti orang desa yang tolah-toleh ketika berada di dalam kereta api bawah tanah atau MRT karena di antara banyak orang yang duduk, berdiri di dalam MRT itu hanya saya yang tidak membaca. Para penumpang KA cepat di Tokyo itu sebagian besar membaca, dan yang dibaca berbagai macam bacaan. Ada buku novel, textbook, koran, brosur, dan sebagainya.

Menurut sebuah penelitian di Jepang tahun 2021 lebih dari 23 persen responden di Jepang membaca buku setiap hari. Sementara di penelitian tahun 2020 ada 46,2 persen membaca tiga buku atau lebih setiap bulannya. Waktu saya sekolah di University of London tahun 1987, di antara ratusan mahasiswa di perpustakaan, saya sendiri yang ingin cepat keluar dari perpustakaan (untuk masak, makan, dan sebagainya) sementara yang lain rajin dan tekun membaca bertumpuk-tumpuk buku.

UNESCO pernah mengeluarkan data bahwa Indonesia menduduki ranking ke 69 dari 127 negara di dunia dalam hal kompetensi membaca dan hanya 0,001 persen masyarakat Indonesia senang membaca. Rendahnya minat baca di Indonesia ini pernah dibantah dalam suatu diskusi di UNPAD Bandung tahun 2014, karena yang disebut membaca itu tidak hanya buku-buku besar, namun kenyataanya dalam dunia modern ini masyarakat Indonesia banyak yang membaca buku-buku ringan, atau informasi lainnya di internet, media social, dan sebagainya. Sayangnya, diskusi itu tidak menunjukkan data kuantitatif berapa persen masyarakat Indonesia yang membaca di berbagai media informasi itu.

Selain budaya membaca, budaya menulis juga perlu dikembangkan di Indonesia. Apalagi di perguruan tinggi, menulis menjadi kewajiban bagi para dosen. Peringkat suatu perguruan tinggi dalam skala nasional maupun global ditentukan antara lain seberapa banyak dosennya menulis jurnal, baik yang berskala nasional maupun internasional; serta seberapa banyak tulisan dosen itu dikutip orang lain.

Seorang Da’i kondang Nusantara Prof Abdul Somad yang dikenal dengan sebutan UAS (Ustadz Abdul Somad) dalam sebuah pengajian yang dibanjiri ribuan orang pernah mengatakan, “Menulislah biar orang tahu kalau engkau pernah hidup”. UAS dalam kesehariannya selain sibuk berdakwah juga sibuk membaca dan menulis.

Hal yang sama diuangkapkan oleh Najwa Shihab ketika ditanya oleh Rhoma Irama di acara podcast. Najawa ditanya tentang apa yang dapat dipelajari dari sang ayah Quraish Shihab yang memiliki ilmu agama Islam yang luas itu? Najwa menjawab bahwa dia menyaksikan sang ayah setiap hari duduk di depan meja menulis di laptopnya.

Sementara budaya mendengar itu bisa berupa keaktifan seseorang menjadi pendengar yang baik. Good listener di lingkungan akademik seperti kuliah dan seminar juga keaktifan mendatangi setiap acara yang bermanfaat untuk mendengar berbagai informasi dan pengetahuan.

Semoga budaya membaca, mendengar, dan menulis di Indonesia terutama di Universitas Airlangga yang kita cintai ini berkembang demi kemajuan bangsa dan almamater.