Demensia merupakan penyakit neurocognitive yang ditandai dengan penurunan daya ingat (pikun). Penyakit ini menempati urutan ke-7 dalam penyebab kematian secara global dengan memerlukan biaya kesehatan yang tidak murah untuk penangannya. Badan Kesehatan Dunia (World health organization) pada tahun 2020 melansir sejumlah 55 juta penderita demensia akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050. Pada saat ini diketahui bahwa penderita demensia bertambah setiap 3 detik. Dari setiap 3 penderita demensia, 1 diantaranya mengalami nyeri yang dimanifestasikan dalam berbagai gejala seperti depresi, gelisah, marah atau mengamuk serta perilaku agresi/menyerang lainnya.
Secara global, tingkat keparahan penyakit demensia dibagi menjadi 3 kategri yaitu ringan, sedang dan berat. Semakin buruk/parah derajat demensia maka akan semakin hebat nyeri yang dialami. Nyeri adalah perasaan atau pengalamn tidak menyenangkan yang bersifat subyektif. Beberapa individu yang mengalami nyeri berusaha untuk meredakan dengan atau tanpa obat-obatan. Jika nyeri dirasakan sangat mengganggu, terapi farmakologis diberian untuk mengurangi-menghilangkan rasa nyeri tsb. Demikian pula halnya dengan nyeri yang dirasakan oleh penderita demensia. Nyeri yang tidak terkendali berakibat pada menurunkan kualitas hidup dan menempatkan penderita demensia sebagai kelompok yang rentan.
Dua belas penelitian yang melaporkan hasi uji efektifitas tindakan non-farmakologis untuk mengurangi nyeri pada penderita demensi baik yang tinggal di panti maupun di komunitas. Penelitian ts dilakukan di berbagai negara seperti Australia, Perancis, Inggris, China dan Belanda, melibatkan 989 penderita demensia (469 diantaranya perempuan), rentang usia berkisar antara 66.12 sd. 87.2 tahun, level demensia terdiri dari ringan sd. sedang, tindakan non-farmakologis yang diberikan meliputi pijat, latihan gerak fisik, meditasi, melukis dan tindakan perawatan demensia yang melibatkan robot. Tindakan tsb dilakukan oleh perawat, asisten perawat, fisioterapis, psikolog, instruktur Tai Chi, dan refleksolog. Hasil penelitian mendapati ada penurunan level nyeri secara signifikan setelah dilakukan tindakan non farmakologis sbb; pijat, latihan gerak fisik dan tindakan perawatan yang melibat robot, setelah 4 sd. 8 minggu perlakuan.
Diantara berbagai tindakan non-framakologis untuk menuurnkan nyeri pada penderita demensia, pijat dan latihan gerak fisik merupakan tindakan non-farmakologis yang sangat popular. Meskpun pijat dan latihan gerak fisik ini aman, berbiaya rendah dan banyak penggemarnya, namun,tindakan ini tidak dapat diberikan secara terus menerus. Tindakan yang sama dan dilakukan berulang pada akhirnya akan membuat penederita merasakan bosan. Hal ini sama sekali tidak berimbas positif pada penurunan rasa nyeri yang menjadi sasaran tindakan. Secara rentang usia, tidak ditemukan adanya efektifitas penurunan nyeri baik untuk jenis tindakan yang diberikan maupun frekuensi dan durasi pemberian tindakan pada penderita demensia yang berusia lebih dari 75 tahun.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan beberapa tindakan non-farmakologis tidak efektif dalam meringankan nyeri pada penderita demensia. Diantaranya adalah karena lansia tidak selalu dapat mengekspresikan rasa nyeri tsb secara verbal dan obyektif. Perilaku marah, mengamuk dan tindakan agresi lainnya kadang dilakukan oleh penderita demensia untuk mengekspresikan rasa nyeri yang sudah tidak tertahankan lagi. Sementara, perilaku agresif ini pula bisa diartikan sebagai tanda dan gejala penderita demensia mengalami depresi. Oleh sebab itu penting sekali untuk menggali penyebab dari perubahan perilaku pada penderita demensia. Nyeri yang tidak tertangani bisa menimbulkan perilaku agresi dan perilaku agresif bisa saja muncul oleh hal selain nyeri, seperti contoh: adanya perubahan pada struktur otak (kerusakan otak yang meluas), faktor psikososial (keluarga), tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (lapar, haus atau tidak bisa BAB dalam jangkan waktu lama), adanya penyakit fisik lain (penurunan penglihatan, dana tau pendengaran) atau karena reaksi obat-obatan yang dikonsumsi.
Mengingat bahwa nyeri adalah pengalaman yang subyektif maka penatalaksaan tindakan non-farmakologis untuk mengatasi ada penderita demensia sebaiknya dirancang untuk perorangan, disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Demikian pula halnya dengan evaluasi untuk mengukur tingkat nyeri sebelum dan sesudah tindakan non-farmakologi, frekuensi dan durasi tindakan yang diberikan, sebaiknya dilakukan secara bertahap pertama setelah satu jenis tindakan tuntas diberikan sebelum tindakan lainnya diberikan dan kedua setelah semua rangkaian program tindakan non-farmakologis untuk mengatasi rasa nyeri berakhir.
.
Penulis: Ira Suarilah, S.Kp., M.Sc., Ph.D
Link jurnal: Efficacy of non-pharmacological interventions to reduce pain in people with dementia: A systematic review and meta-analysis