Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Literasi Keuangan dan Green Perceived Risk terhadap Keputusan Investasi Milenial Jawa Barat

Ilustrasi by detikFinance

Ekonomi Indonesia terus tumbuh pasca-reformasi 1998, berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2023, Indonesia akan menjadi negara ke-6 dengan ekonomi terbesar (Sukmana, 2019). Menurut Oxford Economics, Indonesia diramalkan akan menjadi negara ketiga yang akan memimpin perekonomian dunia tahun 2028. Kunci pertumbuhan ekonomi yang terakselerasi adalah investasi berupa pendalaman modal dari dalam negeri (Prima, 2019).

Saham merupakan salah satu bentuk pendalaman modal dari dalam negeri. Pasar modal Indonesia telah mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 42 tahun terakhir dengan kapitalisasi yang melonjak 2600 kali lipat (Prasetya, 2019). Pasar modal telah memberikan sumbangsih mencapai 12% terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Glienmourinsie, 2017).

Pertumbuhan juga terjadi pada jumlah investor terdaftar, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) merilis data bahwa total investor di pasar modal telah mencapai angka 2.48 juta hingga 30 Desember 2019 dengan demografi investor kalangan muda atau generasi milenial mendominasi 44.62 persen (Rosana, 2019). Provinsi Jawa Barat memiliki 16.5 juta generasi milenial sehingga menjadi provinsi dengan jumlah generasi milenial terbanyak se-Indonesia (BPS 2018).

Salah satu alasan generasi milenial belum berinvestasi adalah ketakutan akan risiko kerugian. Selain risiko kerugian secara finansial, ada risiko lain yang menarik perhatian milenial yaitu risiko kerusakan lingkungan (green perceived risk). Kepedulian terhadap lingkungan juga terlihat dalam kegiatan berinvestasi. Green perceived risk memiliki pengaruh signifikan terhadap keinginan untuk membeli produk hijau (Rahardjo, 2015). Selain memiliki pengaruh dalam keinginan membeli produk, risiko yang dirasakan (perceived risk) juga memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan investasi (Aren & Zengin, 2016).

Data primer penelitian ini didapatkan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner secara daring kepada investor yang masuk ke dalam kategori generasi milenial.  Data sekunder dari penelitian ini didapatkan dari studi pustaka, jurnal, penelitian terdahulu, media massa, internet, dan buku-buku terkait. Penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling yang mewajibkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu berusia 20 – 38 tahun, berdomisili di Jawa Barat, dan pernah melakukan transaksi saham di pasar modal minimal satu kali. Ukuran sampel yang digunakan yaitu 100 responden mengacu pada Hair et al., (2014). Penelitian ini menggunakan dua jenis analisis yaitu analisis Structural Equation Modeling-Partial Least Square  (SEM-PLS)dengan menggunakan aplikasi SmartPLS 3.2.8 dan analisis deskriptif.

Kuesioner pada penelitian ini mengadopsi pertanyaan inti dari kuesioner OECD/INFE Toolkit for Measuring Financial Literacy and Financial Inclusion (2018) untuk mengukur nilai literasi keuangan yang terdiri dari pengetahuan keuangan, perilaku keuangan, dan sikap keuangan. Pertanyaan untuk variabel green perceived risk mengadopsi pertanyaan hasil penelitian Chang dan Chen (2012) dengan modifikasi berupa penambahan objek indeks saham SRI-KEHATI. Keputusan investasi diukur menggunakan pertanyaan hasil adopsi dari penelitian Putri (2019) dan Tandelilin (2010).

Investor generasi milenial yang berdomisili di Jawa Barat memiliki nilai literasi keuangan 50% yang berarti dalam 100 orang investor generasi milenial hanya terdapat 50 orang yang terkategori well literate. Secara rata-rata, tingkat literasi investor generasi milenial di Jawa Barat memiliki nilai 75 berarti berada dalam kategori well literate. Literasi keuangan pada investor generasi milenial memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap variabel keputusan investasi. Semakin investor memiliki literasi keuangan yang baik maka semakin baik keputusan investasi yang dibuatnya. Green perceived risk investor generasi milenial memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap keputusan investasi. Semakin rendah risiko kerusakan lingkungan yang dirasakan investor, semakin besar kemungkinan investor tersebut melakukan investasi pada perusahaan terdaftar di indeks saham SRI-KEHATI.

Penulis: Rindah Febriana Suryawati, S.E., Ak., M.Acc., CA.

Link Jurnal: file:///C:/Users/User/Downloads/31716-Article%20Text-179696-2-10-20220701.pdf