Universitas Airlangga Official Website

Hubungan antara Kadar Kreatinin Kinase Spesifik Otot dan Kejadian Mialgia Persisten pada Penyintas COVID-19

Foto oleh University of Rochester

COVID-19 masih menjadi perhatian utama di seluruh dunia. COVID-19 menyebabkan berbagai gejala neurologis dan muskuloskeletal yang persisten pasca stadium COVID-19, termasuk myalgia. Mialgia terkait COVID-19, jika tidak ditangani dengan benar, dapat menyebabkan nyeri kronis dan sindrom pasca-COVID-19 yang berkepanjangan, yang selanjutnya menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.

Penyakit COVID-19, yang disebabkan oleh infeksi sindrom pernapasan akut coronavirus-2 (SARS-CoV-2), dapat menyebabkan cedera jaringan muskuloskeletal dan diduga diatur melalui jalur pusat dan perifer. Muscle-specific creatinine kinase (CK-MM) adalah biomarker spesifik yang digunakan untuk menunjukkan adanya kerusakan jaringan muskuloskeletal. CK-MM telah dilaporkan berperan dalam patologi otot rangka dan karenanya sering digunakan sebagai biomarker untuk diagnosis, penilaian, dan pemantauan status atau penyakit otot, serta termasuk dalam prognosis dan pengobatan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara kadar CK-MM dengan kejadian mialgia pada pasien dengan sindrom pasca COVID-19.

Penelitian ini merupaka penelitian retrospektif yang dilakukan pada penyintas COVID-19 di Laboratorium Patologi Klinik dan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya pada bulan Juni hingga Agustus 2022. Penelitian ini terdiri dari 84 rerponden. Kriteria inklusi penelitian ini adalah Kriteria inklusi adalah pasien berusia 17-65 tahun, sembuh dari COVID-19, bersedia menjalani anamnesis, dan mengalami myalgia berulang yang timbul setelah sembuh COVID-19. Sedangkan kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah pasien penyintas COVID-19 dengan riwayat trauma muskuloskeletal, pasien dengan riwayat gangguan degeneratif otot seperti distrofi otot Duchenne dan poliomielitis akut, serta pasien yang menggunakan obat statin. Karakteristik demografis dan informasi klinis dikumpulkan, termasuk usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, durasi diagnosis COVID-19, gejala pasca- COVID-19 lainnya, dan mialgia pra, selama, dan setelah tahap COVID-19 melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan rekam medis pasien.

Hubungan antara kadar CK-MM dengan kejadian mialgia pada pasien dengan sindrom pasca COVID-19 dianalisis secara statistik menggunakan uji chi-square untuk menentukan hubungan antara kejadian mialgia selama COVID-19 dan pasca-COVID-19 dan uji Anova digunakan untuk membandingkan kadar CK-MM antara pasien dengan dan tanpa mialgia pasca COVID-19.  Keduanya diuji dengan aplikasi JASP versi 0.16.3. Dari 84 pasien lebih dari setengah (55%) pasien adalah laki-laki. Usia rata-rata adalah 36 tahun (kisaran: 18-68 tahun). Durasi rata-rata diagnosis COVID-19 adalah 16 hari. Semua pasien mengalami setidaknya satu gejala pasca-COVID-19. Gejala persisten yang paling umum adalah kelelahan (63%), diikuti gangguan pernapasan (17%) dan gastrointestinal (12%), amnesia (4%), dan gejala endokrinologi (3%).

Penelitian ini menyatakan adanya hubungan antara kejadian mialgia pada masa akut dengan kejadian mialgia pasca COVID-19 karena nilai p-value (0,001) ≤ 0,05. Persistensi mialgia dalam penelitian ini lebih tinggi pada kelompok pasien yang mengalami mialgia selama tahap COVID-19 akut dibandingkan dengan yang tanpa mialgia, menunjukkan bahwa proses nyeri kronis dapat memengaruhi kejadian mialgia persisten. Pada pasien dengan mialgia persisten, CK-MM terendah diperoleh pada 12 ng/mL, sedangkan tertinggi 93 ng/mL. Pada analisis Anova, menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat CKMM antara pasien dengan dan tanpa gigih pasca-COVID-19 (p=0,054).

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang harus diatasi. Studi ini hanya menyertakan pasien COVID-19 dengan tingkat keparahan ringan hingga sedang, sehingga hasilnya mungkin tidak berlaku untuk pasien dengan COVID-19 tanpa gejala, parah, atau kritis. Selain itu, pengambilan sampel darah dan kuantifikasi CK-MM dilakukan pada waktu acak yang tidak dapat diprediksi, yang mungkin akan mempengaruhi hasil karena kadar CK dapat menurun menjadi normal pada 72 jam setelah pemeriksaan muskuloskeletal.  Oleh karena itu, penyelidikan lebih lanjut yang melibatkan lebih banyak peserta, serta pengukuran CK selama adanya mialgia disarankan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasien yang mengalami mialgia selama infeksi SARSCoV- 2 cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami mialgia persisten pasca pemulihan penyakit. Tingkat serum CK-MM diamati dalam batas normal baik pada pasien dengan dan tanpa mialgia persisten (masing-masing rata-rata: 32,7 ng/mL dan 44,3 ng/mL). Tes Anova mengungkapkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar CK-MM dan adanya mialgia pada pasien dengan sindrom pasca-COVID-19.(1)

Penulis: Dr. Christrijogo Sumartono Waloejo, dr., Sp.An-KAR, KIC

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/view/3827

Adhiatma A, Waloejo CS, Semedi BP, Hamzah, Kriswidyatomo P, Lestari P. Association between the levels of muscle-specific creatinine kinase (CK-MM) and the incidence of persistent myalgia in COVID-19 survivors. Bali Med J. 2022;11(3):1527–32.