Universitas Airlangga Official Website

Upaya pemberdayaan Masyarakat dan Kader Kesehatan Terkait Penyakit Tidak Menular (PTM) Melalui Penguatan Posbindu

IL by RS Bethesda

Posbindu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) dengan melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta penilaian. Masyarakat dilibatkan sebagai agen perubah sekaligus sumber daya yang menggerakkan Posbindu sebagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), yang diselenggarakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat.

Penerapan program PTM di sebagian besar Provinsi masih menemukan kendala yaitu kurangnya advokasi kepada Pimpinan Daerah untuk melakukankegiatan/gerakan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku individu. Masyarakat harus diberi pemahaman bahwa PTM adalah the Silent Killer yang seringkali tidak memberikan gejala dan keluhan pada seseorang, namun terdeteksi pada saat penyakit telah kronik atau pada stadium lanjut, sehingga setiap individu sangat perlu menerapkan perilaku hidup sehat dan melakukan deteksi dini atau cek kesehatan secara berkala. Gerakan/kegiatan tersebut perlu diinisiasi oleh para Pimpinan Daerah dan akan sangat berarti jika dapat sekaligus menjadi role model atau katalisator perubahan hidup sehat.

Meningkatnya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) secara signifikan akan berdampak pada kualitas hidup dan produktifitas individu. Hal ini juga akan berdampak pada lingkungannya dan negara, karena penyakit tidak menular bersifat kronik membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam pengobatan dan kebutuhan pembiayaan yang besar.Pada kenyataannya PTM dapat dicegah dengan melakukan pencegahan pada faktor risiko melalui perubahan perilaku individu,lingkungan dan dukungan serta peran multi sektor terkait (Lestari, R, 2020).

Strategi dalam Penanggulangan Penyakit Tidak Menular terdiridari 4 area strategis dalam penanggulangan penyakit tidak menular, yaitu: Area 1: Advocacy, partnership and leadership; Area 2: Health promotion and risk reduction; Area 3: Health systems strengthening for early detection and management of NCDs; dan Area 4: Surveillance, monitoring and evaluation and research (WHO, 2018)

Penanggulangan masalah PTM perlu intervensi yang komprehensif dan holistik, yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, sebagai kesatuan continum of care. Pendekatan strategis untuk menurunkan beban PTM adalah peningkatan upaya promotif dan preventif melalui pembudayaan GERMAS, pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian faktor risiko PTM, dan peningkatan aksi multisektoral.pemantauan kesehatan masyarakat khususnya usia produktif menjadi lebih efektif (Lestari, R, 2020).

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. WHO melaporkan bahwa 40 juta penduduk di dunia menderita penyakit tidak menular tahun 2016 yang penyebab utamanya adalah penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernafasan kronis, diabetes dan cedera. Selaras dengan data di dunia, PTM juga berkontribusi pada 73% kematian di Indonesia dimana 26% terjadi pada usia dewasa. Berbanding lurus dengan Asia Tenggara, wilayah Pasifik Barat juga mengalami peningkatan sebanyak 2.3 juta (21.1%) dibandingkan tahun 2000 yaitu sebesar 8,6 juta (WHO, 2018).

Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tidak Menular Kecenderungan peningkatan penyakit tidak menular yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini di tingkat global juga terjadi di Indonesia baik angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematiannya (mortalitas). Persepsi bahwa penyakit tidak menular merupakan masalah di negara maju ternyata tidak benar. Estimasi penyebab kematian terkait penyakit tidak menular yang dikembangkan oleh WHO menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia yaitu sebesar 37 persen. Lebih dari 80 persen kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan diabetes serta 90 persen dari kematian  akibat penyakit paru obstruktif kronik terjadi di negara-negara berpendapatan menengah ke bawah. Disamping itu dua per tiga dari kematian karena penyakit kanker terjadi di negara-negara berpendapatan menengah ke bawah (Kemenkes, 2017).

Berdasarkan gambaran masalah morbiditas maupun mortalitas terkait penyakit tidak menular secara nasional di Indonesia, dapat diperkirakan dampaknya dari perspektif ekonomi. Publikasi World Economic Forum April 2015 menunjukkan bahwa potensi kerugian akibat penyakit tidak menular di Indonesia pada periode 2012-2030 diprediksi mencapai US$ 4,47 triliun, atau 5,1 kali GDP 2012. Hal ini sangat tinggi dibandingkan dengan yang di alami India (US$ 4,32 triliun, 2,3 kali GDP India 2012) dan China (US$ 29,4 triliun, 3,57 kali GDP China 2012). Di Indonesia kerugian tersebut adalah akibat dari penyakit kardiovaskuler (39,6%) diikuti oleh penyakit terkait gangguan jiwa (21.9%), penyakit saluran nafas (18.4%), kanker (15.7%) dan diabetes mellitus (4.5%) (WHO, 2018).

Indonesia saat ini menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular dan Penyakit Tidak Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan merokok serta alcohol (Kemenkes, 2019).

Data Penyakit tidak menular kemeterian kesehatan menunjukkan hasil sebagai berikut :Prevalensi Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi 2,4%;Prevalensi Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil, Prevalensi Stroke pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 7 menjadi 10,9 per mil, penyakit ginjal kronis ≥ 15 tahun meningkat dari 2,0 per mil menjadi 3,8 per mil, Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 6,9 % menjadi 10,9%, Prevalensi aktivitas fisik kurang pada penduduk umur ≥ 10 tahun meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%, Prevalensi konsumsi buah/sayur kurang pada penduduk umur ≥ 5 tahun meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.

Penulis Dr. Hariyono, M. Kep., Dr. Ni Luh Ayu Megasari., M. Ked.Trop, Dr. Andri Setiya W, M. Kep

Artikel dapat di akses melalui link berikut https://midwifery.iocspublisher.org/index.php/midwifery/article/view/702