Universitas Airlangga Official Website

Mekanisme Kematian Sel Kornea Akibat Infeksi Psuedomonas Aeruginosa

Foto by RS Mata JEC

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri pathogen oportunistik yang umumnya menyebabkan infeksi pada beberapa bagian tubuh, termasuk kornea. Sebanyak 6 – 39% kasus ulkus kornea di Amerika Serikat disebabkan oleh pathogen ini, Adapun berturut-turut di India dan Indonesia adalah 8 – 21% dan 25 – 53%. Sifat dari bakteri ini adalah progresif dan destruktif yang dapat menyebabkan perforasi dari kornea. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan dan kerusakan struktur kornea yang permanen.

Setelah ia menempel pada epitel kornea yang terluka, bakteri tersebut akan berproliferasi dan menginvasi ke dalam stroma kornea dengan bantuan protease bakteri-spesifik. Reaksi inflamasi dimulai dengan rekrutmen dari berbagai sitkoin dan kemokin dari air mata dan pembuluh darah limbal yang selanjutnya menginduksi matrix metalloproteinase yang dihasilkan oleh kornea yang nekrosis. Karena destruksi yang dihasilkan cukup besar, penting diketahui mekanisme dan regulasi dari sel epitel kornea untuk meningkatkan angka pemulihan dan menurunkan komplikasi dari perforasi kornea, sebagai target terapi dari pengembangan medikamentosa.

Sejumlah 57 tikus wistar berusia 12 -14 minggu dan dibagi menjadi 53 ekor untuk model eksperimental dan 4 ekor untuk kontrol negatif. Sebelum perlakuan tikus dipuasakan dan diberikan campuran anestesi intramuskular 0,3 mL/100g berat badan (ketamine 2 mL, xylazine 1,25 mL, ACP 0,33 mL, saline 6,41 mL. Setelah tikus kelompok eksperimental tersedasi, dilakukan abrasi epitel full-thickness pada kornea kiri dengan jarum 26 gauge. Kemudian tikus perlakuan dibagi menjadi dua yaitu grup yang diberikan inokulasi 2×106 CFU/mL Pseudomonas aeruginosa in the dose of 5 μl suspensi bakteri, sementara itu grup kedua abrasi epitel kornea tanpa pemberian suspensi bakteri. Tikus diterminasi dengan dislokasi cervical pada berbagai waktu, yaitu 1 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam setelah inokulasi bakteri. Kemudian, bola mata dienukleasi sebagai spesimen.

Setelah bola mata difiksasi dalam 10% NBF selama 24 jam, kornea dieksisi dari eyecup lalu difiksasi, diseksi, dan diwarna dengan Meyer Hematoxylin. Kemudian pewarnaan dilanjutkan dengan imunohistokimia dengan caspase-1, TNF-α, RIPK1, RIPK3, caspase-3, dan diperiksa dengan mikroskop cahaya. Data dikumpulkan dan diproses dengan SPSS 23 dengan analisa MANOVA, kemudian mekanisme kematian sel dijelaskan dengan path analysis dengan uji regresi.

Epitel sebagai salah satu tameng terluar dari bola mata selalu melakukan pembaharuan sendiri dengan pergantian dari sel epitel setiap 7 – 10 hari. Sel punca epitel berdiam di dalam palisade limbal dan bermigrasi ke kornea sentral dimana mereka akan berdiferensiasi menjadi sel amplifikasi transien dan sel basal. Kerusakan epitel dan apoptosis dari sel yang terluka akan mencegah pembaharuan ini karena terlepasnya dengan membran basal di bawahnya. Hal ini terlihat dari kornea tikus grup kontrol terlihat jernih. Namun pada grup perlakuan nampak kekeruhan kornea makin memberat pda kornea jam ke 72, dimana didapatkan abses dan penipisan kornea. Sementara itu dari grup kontrol didapatkan ekspresi RIPK3 tertinggi dan caspase-1 terendah. Pada grup perlakuan didapatkan ekpresi tertinggi oleh TNF-α dan terendah oleh caspase-3. Adapun sitokin-sitokin tersebut dalam berbagai studi telah dideskripsikan sebagai modulator terjadinya apoptosis, piroptosis, dan nekroptosis setelah terjadinya perlukaan pada epitel kornea baik karena infeksi maupun trauma. Pada kelompok perlakuan didapatkan ekspresi tertinggi oleh caspase-1, TNF-α, RIPK1, RIPK3, dan caspase-3 berturut-turut 48 jam dengan rerata 6,7; 48 jam dengan rerata 7,2; 48 jam dengan rerata 6,3; 48 jam dengan rerata 6,3; dan 24 jam dengan rerata 6,4. Hal ini menunjukkan bahwa kematian sel paling tinggi terjadi pada 48 jam setelah perlakuan. Pada penelitian ini ditemukan meningkatnya ekspresi caspase-1, TNF-α, dan caspase-3, menurunnya ekspresi RIPK3, dan meningkatnya ekspresi RIPK1 oleh TNF-α pada model ulkus kornea akibat Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan path analysis TNF-α tidak meningkatkan ekspresi kompleks caspase dalam hal ini caspase-1 dan caspase-3.

Penulis: Dr. Ismi Zuhria, dr., Sp.M (K), Dr. Nurwasis, dr, Sp.M (K)

Jurnal: Mechanism of Corneal Epithelial Cells Death by Infection of pseudomonas Aeruginosathrough Analysis Expression of Caspase-1, TNF-α, RIPK1, RIPK3, Caspase-3 in Rats Model