Dana desa merupakan salah satu program nasional untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan, memperluas lapangan kerja dengan membuka usaha di Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan meningkatkan infrastruktur pedesaan. Mengutamakan pemberdayaan masyarakat, dana desa dikelola langsung oleh masyarakat. Penelitian yang dilakukan di Jawa Timur tahun 2015 sampai dengan tahun 2020 sebelum pandemi Covid-19. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa sejak tahun 2015 hingga tahun 2020 sebelum pandemi Covid-19, laporan keuangan mengalami beberapa kali perubahan dari sistem manual menjadi sistem keuangan terintegrasi online yaitu menggunakan sistem keuangan desa (Siskeudes) atau SID (sistem informasi desa), yang menunjukkan peran teknologi informasi dalam transparansi manajemen. dana desa yang dapat diakses oleh masyarakat. Sedangkan evaluasi dilakukan dengan sampel Inspektorat Daerah, Badan Pemeriksa dan Pembangunan Provinsi (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Masyarakat umum dapat melaporkan penyalahgunaan dana atau pelaksanaan dengan menghubungi hotline di nomor pengaduan. Indikasi penyalahgunaan dana desa terlihat dari terbatasnya transparansi penggunaan dana desa, perlindungan terhadap whistleblower yang tidak ada, dan pusat pengaduan yang hanya dimiliki oleh pemerintah pusat. Untuk itu diperlukan kebijakan yang terstruktur untuk memantau pelaksanaan dana desa dari tingkat akar rumput atau masyarakat umum dan pemerintah.
Meskipun pelaksanaan dana desa sudah memiliki aturan dan prinsip yang cukup ketat, namun dalam praktiknya masih saja terjadi kecurangan atau penyalahgunaan dana. Permasalahan yang sering terjadi di Jawa Timur adalah kesalahan administrasi seperti pencatatan laporan keuangan, salah input rekening di sistem keuangan, keterlambatan pembayaran pajak, dan sisa dana Silpa (sisa perhitungan anggaran). Sedangkan permasalahan yang ditangani BPK berupa pengembalian dana yang di mark up dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, kemudian ada dana yang sudah dicairkan namun tidak terealisasi karena dibawa oleh bendahara. Bahkan, beberapa kasus yang terjadi sudah masuk ranah hukum dengan tersangka kepala desa. Hasil wawancara dan kunjungan lapangan menunjukkan bahwa semua desa menyatakan tidak ada pelanggaran atau penyalahgunaan dana di tempat mereka. Sesuai dengan pernyataan DPMD mengenai banyaknya kasus yang melibatkan kepala desa, hal tersebut dikarenakan tanggung jawab dan kuasa pengguna anggaran adalah kepala desa, sedangkan DPMD hanya sebagai fasilitator dan agen pembinaan.
Transparansi penggunaan dana desa yang hanya formalitas dalam peraturan juga menjadikan salah satu potensi penyalahgunaan dana desa. Transparansi di tingkat desa hanya sebatas pemasangan spanduk atau papan proyek pada kegiatan, sementara tidak semua akses administrasi keuangan dapat mengaksesnya. Hanya pemeriksa yang bertugas seperti inspektorat dan auditor BPKP yang dapat melihat realisasi penggunaan dana secara langsung. Masyarakat umum hanya sebatas spanduk yang dipasang di setiap balai desa atau saat rapat desa. Keterbatasan dalam melakukan pemantauan dan pembinaan dikarenakan jumlah desa yang besar dan wilayah yang luas serta diantisipasi dengan adanya pemantauan mandiri dari masyarakat. Pihak kecamatan, DPMD dapat menerima pengaduan langsung dari masyarakat dan melakukan tindakan pembinaan yang tepat. Selain itu, tidak semua kabupaten memiliki sistem pengaduan langsung atas pelaksanaan dana desa. Sistem pengaduan dana desa secara langsung hanya milik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Jika ada indikasi penyelewengan dalam pelaksanaan dana desa, masyarakat bisa melaporkannya langsung ke pusat. Meski ini bagian dari transparansi, namun dengan banyaknya laporan pengaduan yang diterima Kementerian Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi tidak membuat laporan tersebut dapat segera ditangani. Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, masalah penyalahgunaan dana desa seringkali merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Kabupaten. Hal ini terjadi karena pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat cukup terbatas. Jika akses sistem keuangan desa secara online dapat dibuka maka masyarakat dapat langsung melakukan pengawasan, namun jika sistem keuangan desa tidak dapat diakses secara umum maka hanya pemeriksa yang dapat melakukan evaluasi. Pernyataan ini juga disampaikan oleh Kepala Desa, bahwa tidak semua masyarakat dapat mengecek buku kas dari dana desa. Dari beberapa kecamatan sampel dalam penelitian ini, hanya Kabupaten Sidoarjo yang memberikan akses penuh terhadap penggunaan dana desa, dan Kabupaten Blitar memberikan akses yang terbatas kepada masyarakat, hanya penggunaan total tanpa disertai rincian alokasinya. Sementara kabupaten lain tidak bisa diakses secara langsung, transparansi dan penggunaan dana desa hanya sebatas formalitas dengan memasang baliho dan spanduk di depan kantor desa.
Dari hasil wawancara, terdapat beberapa penyalahgunaan dana desa yang terjadi selama tahun 2015-2019 di beberapa kabupaten sampel. Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang paling banyak melakukan penyalahgunaan dana desa. Kasus yang terjadi adalah volume pekerjaan infrastruktur yang tidak sesuai dengan rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan infrastruktur yang tidak dilakukan oleh desa, dan penyalahgunaan dana yang harus ditangani oleh pihak kepolisian. Selain itu, rata-rata kabupaten memiliki masalah administrasi seperti selisih pembelian material untuk pembangunan infrastruktur atau laporan dana desa yang tidak tercatat dengan baik. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa pengawasan dana desa cukup terbatas, hanya pada kalangan tertentu saja, yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat secara luas. Selain itu, tidak ada perlindungan terhadap pelapor (pelapor penyalahgunaan dana desa) dan tidak ada aturan yang jelas. Dari hasil observasi lapangan, pelaksanaan dana desa dilakukan sepenuhnya oleh Kepala Desa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pemerintah desa yang memiliki kewenangan dan kekuasaan penuh di desa sehingga membuat masyarakat cenderung merasa segan. dan enggan melaporkan penyalahgunaan dana.
Penulis: Siti Nuraini, Dina Heriyati, Izzato Millati, Aprilia Dwi Puriyanti, Ratna Dwi Lestari
Link Jurnal: https://www.atlantis-press.com/proceedings/icombest-21/125964947